JAKARTA, KOMPAS.com - Kemunculan Sarinah, yang mulai dibangun tahun 1962 di jantung Kota Jakarta, tak bisa dilepaskan dari peran presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Presidn Soekarno bercita-cita membangun pusat perbelanjaan pertama di Tanah Air yang berfungsi sebagai etalase barang produksi dalam negeri, khususnya yang berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Maka, dibangunlah Sarinah sebagai salah satu bagian dari proyek mercusuar Bung Karno, termasuk Monumen Nasional (Monas), Stadion Gelora Bung Karno (GBK), dan Hotel Indonesia.
Sarinah selesai dibangun dan diresmikan tanggal 15 Agustus 1966. Gedung yang terdiri dari 15 lantai tersebut memiliki tinggi 74 meter, menjadikannya sebagai bangunan pencakar langit pertama di Indonesia.
Biaya pembangunannya berasal dari dana pampasan perang atau kompensasi dari pemerintah Jepang sebagai konsekuensi atas penjajahannya di Indonesia.
Baca juga: Renovasi Gedung Sarinah Akan Memperhatikan Aspek Cagar Budaya
Nama Sarinah diambil dari nama salah seorang pengasuh Presiden Soekarno di masa Kecil.
Bung Karno mengaku sangat mengagumi wanita tersebut, yang mengajarkannya cinta kasih pada sesama termasuk rakyat jelata.
Sesuai dengan tokoh Sarinah yang mengajarkan Soekarno untuk menyayangi rakyat kecil, Mal Sarinah memberi ruang bagi pengusaha mikro, kecil, dan menengah.
Di awal pembukaannya, hanya tiga lantai saja yang diperkenalkan pada masyarakat. Lantai I menyediakan perlengkapan wanita dan pria, perlengkapan listrik dan penerangan.
Di lantai II tersedia barang-barang tekstil, konvensi, dan mainan anak. Sementara lantai III berisi perlengkapan rumah tangga dan alat tulis. Sarinah juga menyediakan barang makanan serta bumbu dapur.
Dengan segala kelengkapannya, Soekarno pada waktu itu menyebut Mal Sarinah sebagai "Toko Serba Ada".
Dalam perjalannya, Sarinah mengalami pasang surut. Bahkan tahun 1984, gedung tersebut pernah mengalami kebakaran.
Baca juga: Sarinah Bakal Dibuka Kembali Saat HUT Kemerdekaan RI Tahun 2021
Menurut catatan harian Kompas, bangunan yang tergolong Cagar Budaya tersebut dipugar untuk pengembangan usaha dan dalam rangka menjadikannya ikon Kota Jakarta.
Proses pemugaran yang diperkirakan menelan biaya senilai Rp 700 miliar tersebut diproyeksikan selesai pada Agustus 2021.
Direktur Utama PT Sarinah (Persero), Fetty Kwartati mengatakan, pemugaran gedung akan mengikuti aturan cagar budaya. Status gedung Sarinah diusulkan sebagai cagar budaya pada 2016 oleh Tim Ahli Cagar Budaya Jakarta.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berharap usai dipugar, gedung Sarinah bisa menjadi ikon Jakarta yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke Ibu Kota.
”Ini sinergi untuk menjadi win-win, termasuk kami menjaga cagar budayanya jangan dihancurkan. Transformasi dan modernisme harus kami lakukan, tapi cagar budaya tetap dipertahankan,” kata Erick pada 18 Agustus 2020 dalam acara perayaan ulang tahun ke-58 Sarinah.
Baca juga: Renovasi Gedung Sarinah Bukan untuk Saingi Grand Indonesia
Menurut Fetty, perubahan yang akan dilakukan saat pemugaran, antara lain, akan dibangun kolam pantul yang menampilkan sejarah gedung Sarinah.
Tangga akan menjadi ampiteater. Museum Sarinah juga akan dibangun untuk menampilkan momentum-momentum dari tahun 1960-an.
Ia berharap, aspek historis Gedung Sarinah akan menjadi daya tarik bagi masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.