Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi John Kei, Perintah Pembunuhan Hanya Fiksi hingga Dakwaan Bersifat Labelling

Kompas.com - 21/01/2021, 09:53 WIB
Sonya Teresa Debora,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - John Refra atau yang lebih akrab dipanggil John Kei, terdakwa kasus pembunuhan, menjalani sidang dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa pada Rabu (20/1/2021).

Nota keberatan tersebut dibacakan oleh seorang kuasa hukum John Kei di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Seperti diketahui, pada 13 Januari lalu, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa John dengan pasal berlapis atas kasus tewasnya anak buah Nus Kei, Yustus Corwing.

John didakwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana penjara 20 tahun.

Baca juga: John Kei Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana, Terancam Hukuman 20 Tahun

Selain itu, John juga dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia, dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan senjata tajam.

Dakwaan jaksa

Pada sidang Rabu pekan lalu, JPU mengungkapkan bahwa perkara tewasnya Yustus bermula ketika Nus Kei tidak mengembalikan uang yang dia pinjam kepada John Kei pada 2013.

Saat itu, Nus Kei meminjam uang Rp 1 miliar dan berjanji akan mengembalikannya dua kali lipat atau menjadi Rp 2 miliar dalam jangka waktu enam bulan.

Namun, saat tenggat waktu pengembalian uang tiba, Nus Kei tidak mengembalikan uang tersebut.

Kelompok Nus Kei malah menghina John melalui sebuah video live Instagram.

Mengetahui hal tersebut, John Kei bertemu Angkatan Muda Kei (Amkei) untuk membahas video tersebut.

Baca juga: Kuasa Hukum Nilai Dakwaan terhadap John Kei Tak Masuk Akal

Jaksa juga mengungkapkan bahwa John Kei sempat memberikan uang operasional kepada Daniel Farfar untuk anak buahnya sebesar Rp 10 juta, satu hari sebelumnya tewasnya Yustus, yakni 20 Juni 2020.

Kala itu, John Kei kembali membahas video penghinaan tersebut bersama beberapa anak buahnya.

"Dalam pertemuan itu, John Kei mengatakan, 'Besok berangkat tabrak dan hajar rumah Nus Kei,' dan arahan lain dari John Kei, yaitu 'Ambil Nus Kei dalam keadaan hidup atau mati. Jika ada yang menghalangi, sikat saja,'" kata jaksa membacakan dakwaan.

Keesokan harinya, 21 Juni 2020, anggota kelompok John Kei berkumpul di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, lalu berangkat ke daerah Duri Kosambi, Jakarta Barat; dan Green Lake, Tangerang.

Di Duri Kosambi, Yustus meninggal dunia setelah diserang oleh anak buah John Kei.

Tim kuasa hukum bantah semua dakwaan dan minta John dibebaskan

Tim kuasa hukum John Kei membantah seluruh dakwaan JPU kepada kliennya.

"Kami penasihat hukum (meminta) kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk mengambil putusan menyatakan dakwaan penuntut umum sebagai dakwaan yang dinyatakan batal atau setidak-tidaknya tidak diterima," kata seorang penasihat hukum John Kei saat membacakan eksepsi.

Hal ini karena menurut kuasa hukum, dakwaan terhadap John tidak masuk akal, kabur, dan bersifat labelling.

Baca juga: Kuasa Hukum: Uang yang Diberikan John Kei ke Anak Buah Bukan untuk Bunuh Nus Kei

Oleh karena itu, semua dakwaan terhadap John Kei harus dibatalkan dan John yang kini ditahan polisi mesti dibebaskan.

"Kami membantah dengan tegas dakwaan. Untuk Majelis Hakim supaya dapat membatalkan dakwaan dan dan membebaskan klien kami," kata Isti Novianti, salah satu kuasa hukum John Kei saat ditemui usai sidang.

Kuasa hukum: Perintah John Kei bunuh korban hanya fiksi

Tim kuasa hukum menyatakan, dakwaan terhadap John Kei bertentangan dengan akal sehat dan tidak sesuai fakta karena John berada di kediamannya ketika pembunuhan Yustus terjadi.

"Terdakwa John Kei bukan orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian atau kekerasan/penganiayaan kepada korban karena waktu kejadian terdakwa tidak berada di tempat kejadian," kata kuasa hukum.

Saat kejadian, John Kei disebut berada di kediamannya di Bekasi, Jawa Barat.

"Terdakwa dikondisikan sebagai orang yang memberi perintah untuk membunuh para korban, padahal perintah ini hanya fiksi belaka," demikian pembelaan tim kuasa hukum John.

Kuasa hukum menegaskan bahwa John tidak mengenal Yustus alias Erwin.

"Faktanya, terdakwa tidak mengenal Saudara Erwin maupun Saudara Angki," lanjutnya.

Baca juga: Kuasa Hukum: John Kei Tak Ada di Lokasi Pembunuhan Anak Buah Nus Kei

Kuasa hukum kemudian mengungkapkan bahwa John juga tidak pernah memerintahkan pembunuhan terhadap anak buah Nus Kei.

"Terdakwa tidak pernah memberikan perintah untuk itu (menganiaya dan membunuh anak buah Nus)," kata kuasa hukum John.

"Bahkan, di dalam dakwaan, penuntut juga tidak dapat menguraikan dengan jelas bahwa terdakwa memerintahkan agar dilakukan penganiayaan," lanjutnya.

Selain itu, kuasa hukum John mengungkapkan bahwa senjata yang digunakan anak buah John untuk menganiaya anak buah Nus tidak disediakan oleh John.

"Bahwa senjata tajam parang/golok yang digunakan saudara Yeremias dan kawan-kawan (anak buah John) untuk melakukan pembunuhan dan/atau penganiayaan bukanlah dari tersangka," ujarnya.

Uang operasional dari John bukan untuk bunuh anak buah Nus Kei

Kuasa hukum John Kei membantah uang sebesar Rp 10 juta yang diberikan John kepada anak buahnya, yakni Daniel Farfar, dimaksudkan untuk membunuh anak buah Nus Kei.

Menurut kuasa hukum, uang itu diberikan agar anak buahnya menagih utang sebesar Rp 2 miliar dari Nus Kei.

"Terdakwa hanya memberi perintah kepada saudara Daniel Farfar untuk menagih pembayaran utang dari saudara Agrapinus Rumatora atau Nus Kei. Untuk itu, terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 10 juta kepada Daniel Farfar," kata kuasa hukum John.

Baca juga: Jaksa: John Kei Beri Rp 10 Juta untuk Uang Operasional Anak Buahnya

"Tidak mungkin uang Rp 10 juta dari terdakwa dianggap sebagai pemberian untuk melakukan pembunuhan dan/atau penganiayaan dan/atau kekerasan," lanjutnya.

Oleh karena itu, kuasa hukum menilai dakwaan penuntut umum tidak dapat menguraikan dengan jelas bahwa terdakwa memerintahkan penganiayaan kepada anak buah Nus Kei.

Dakwaan dianggap mengandung labelling

Kuasa hukum John Kei menyatakan bahwa dakwaan jaksa melabeli John Kei sebagai orang yang pasti melakukan kejahatan karena John merupakan mantan preman.

"Terdakwa (John Kei) yang merupakan mantan preman selalu dipersepsikan sebagai orang yang pasti melakukan kejahatan, terlepas dari fakta bahwa terdakwa bukan pelaku kejahatan," ujar kuasa hukum John Kei dalam sidang pembacaan eksepsi.

Padahal, kuasa hukum memaparkan bahwa John telah berhenti melakukan aksi premanisme dan mengumumkan hal tersebut di muka publik.

"Terdakwa telah mengumumkan dirinya berhenti dari premanisme pada acara televisi Kick Andy pada tahun 2019 lalu," lanjutnya.

Baca juga: Dakwaan Jaksa: Nus Kei Pinjam Rp 1 Miliar ke John Kei, Janji Kembalikan Rp 2 Miliar

Menurut kuasa hukum, hal ini dapat dimanfaatkan penguasa untuk menuai persepsi positif dari masyarakat.

"Pelabelan ini dapat dimanfaatkan penguasa untuk mendapatkan persepsi positif dari masyarakat, yaitu persepsi bahwa penguasa telah menangkap penjahat," katanya.

Sidang John Kei akan dilanjutkan pada Rabu (27/1/2021) dengan agenda tanggapan jaksa penuntut atas eksepsi yang dibacakan kuasa hukum John.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com