Istiqlal baru rampung pada tahun 1980, hanya empat tahun sebelum wafatnya sang arsitek.
Setelah delapan belas tahun bekerja di Departemen Umum, sang arsitek akhirnya pensiun pada tahun 1965.
Tercatat dalam Rumah Silaban, upah pensiunan yang diterima Friedrich tidak cukup untuk menghidupi dirinya beserta kesepuluh orang anaknya.
Tawaran proyek pembangunan yang biasanya ia terima pun tak kunjung berdatangan.
Alhasil, pada tahun 1967, Friedrich memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam surat lamaran yang ia kirim, Friedrich menceritakan kesulitan yang dihadapinya di tengah-tengah krisis ekonomi yang tengah melanda.
Gayung tak bersambut, lamaran Friedrich tak mengantarkannya pada pekerjaan apa pun.
Dalam sebuah surat balasan, Alvaro Ortega, Kepala Penasihan Bangunan Inter-Regional; Departemen Pusat untuk Perumahan, Bangunan, dan Perancanaan PBB menyatakan belum ada lowongan yang sesuai bagi Friedrich.
P Simamora dan kawan-kawan, dalam Biografi Friedrich Silaban Perancang Arsitektur Masjid Istiqlal menuturkan bahwa Friedrich baru mendapat tawaran proyek mulai pertengahan tahun 1977.
Kala itu, Gubernur Sulawesi Tengah memintanyya merancang Masjid Agung Kota Palu. Meski tak sebesar proyek yang ia garap di sekitar tahun 1960-an, beberapa proyek mulai dikerjakan Friedrich pada tahun 1978.
Sejumlah rumah tinggal pribadi di Bogor dan Jakarta sempat menjadi garapannya.
Namun, memasuki pertengahan 1983, Friedrich mengalami kemunduran kondisi kesehatan. Pada Mei 1984, Friedrich pun meninggal dunia di RSPAD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.