Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar mengatakan, polisi menjeratnya dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Korban luka di mata, pecah mulut, terus lutut memar karena dibanting, punggungnya dicubit," jelas Imran kepada wartawan, Rabu.
“Ancaman hukumannya 10 tahun penjara,” tutupnya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, mendesak Pemerintah Kota Depok supaya segera mengevaluasi status "kota layak anak" yang disandang Depok menyusul peristiwa ini.
"Ini sudah dinyatakan 3 tahun yang lalu, kalau tidak salah, menjadi kota layak anak. Apa yang layak, karena kasus-kasus kekerasan (terhadap anak-anak) yang dilakukan oleh masyarakat di Depok sendiri cukup tinggi," jelas Arist kepada wartawan, Kamis (18/3/2021).
"Pertanyaan saya, apa yang dilakukan pemerintah Depok terhadap kasus dan data-data yang terus meningkat?" tambahnya.
Baca juga: Insiden Ayah Pukuli Bayinya, Komnas PA Minta Depok Evaluasi Status Kota Layak Anak
Insiden pemukulan oleh EP dianggap jadi momen yang tepat, sebab kekerasan itu dianggap Arist sebagai "kejahatan luar biasa".
"Anak seperti itu kan tidak mungkin melawan atau memberikan reaksi terhadap kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Atas dasar itu lah, ini merupakan kejahatan luar biasa," ia menambahkan.
"Apalagi karena itu orangtua kandung. Ancamannya, berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dapat diancam minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, apalagi jika dilakukan oleh orangtua, bisa ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya," ungkap Arist.
Baca juga: Depok Kota Layak Anak, Masih Kampanye di Langit!
Arist yang juga warga Tapos mendorong Pemerintah Kota Depok agar mengundang berbagai pihak terkait di luar pemerintah, seperti penegak hukum, aktivis perlindungan anak, dan para pakar dari universitas.
Hal itu supaya evaluasi status kota layak anak dapat dilakukan secara terbuka, bukan hanya dilakukan di internal Dinas Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, dan Keluarga (DPAPMK).
"Sebagai Ketua Komnas Perlindungan Anak dan warga Tapos, saya minta wali kota untuk mengevaluasi kota layak anak itu sebagai bagian dari memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Depok, melibatkan semua komponen yang peduli termasuk saya, mungkin saya sebagai warga Kecamatan Tapos ikut terlibat untuk memikirkan ini," katanya.
"Jadi duduk bersama membicarakan soal meningkatnya angka kekerasan terhadap anak, dihubungkan dengan program di mana Kota Depok itu statusnya kota layak anak," lanjut Arist.
"Ini kan tidak ada evaluasi sampai sekarang tidak ada evaluasi. Tidak pernah saya dilibatkan juga."
Terpisah, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DPAPMK Kota Depok, Mamik Juniarti, menyebut bahwa jajarannya telah mendampingi korban setelah insiden pemukulan oleh EP.
"Penanganan dari awal, begitu ada terima telepon dari hotline kami, terutama saya sendiri langsung datang ke TKP. Kami langsung mendampingi pelaporan pada hari Minggu (14/3/2021) kemarin," kata Mamik.
"Pada hari itu juga kami mendampingi untuk visum di RSUD Kota Depok," imbuhnya.
Selepas itu, lanjut Mamik, pihaknya segera membuat situasi aman dan nyaman sebab ibunya masih menyusui korban.
"Kakaknya korban kan juga melihat ( pemukulan) itu, jadi untuk kakak korban ke psikolog anak, untuk ibu korban itu psikolog dewasa, sudah kita mulai," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.