Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jusak Sang Keluarga Prangko, Ubah Rumah Jadi Galeri demi Merawat Hobi Filateli

Kompas.com - 30/03/2021, 10:14 WIB
Tria Sutrisna,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengumpulkan prangko dan benda-benda pos lainnya mungkin bukan lagi hobi yang banyak digemari banyak orang saat ini.

Era surat menyurat yang sudah tergerus digitalisasi membuat masyarakat sulit mendapatkannya, terlebih lagi mengoleksinya sebagai "barang antik".

Meski begitu, hobi filateli ini belum sepenuhnya punah termakan zaman. Masih ada segelintir orang yang tetap konsisten mempertahankannya.

Jusak Johan Handoyo menjadi salah satu orang yang konsisten mengumpulkan prangko serta benda-benda pos lainnya.

Setidaknya, hampir 60 tahun ia menggeluti hobi tersebut.

Sudah puluhan tahun pula Jusak menularkan hobi itu kepada keempat anaknya dan mendiang istrinya, Endang.

Karenanya, mereka dikenal sebagai "Keluarga Prangko" di kalangan filatelis.

Baca juga: Hobi Filateli: Menangguk Cuan Ratusan Juta Rupiah dari Prangko

Lemari-lemari atau bufet di hampir seluruh ruang di rumahnya kini tak lagi berisi pajangan.

Semuanya didominasi oleh album-album berisi prangko hingga kartu pos dari masa ke masa.

"Paling hanya dua lemari ini yang isinya pajangan. Sisanya ya prangko, kartu pos. Jumlahnya ribuan (setiap lemari)," ujar Jusak saat ditemui di kediamannya di kawasan Koja, Jakarta Utara, Senin (29/3/2021).

Dia pun berbagi cerita tentang hobinya, menggali ingatan tentang proses mendapatkan prangko hingga kartu pos yang kini memenuhi seluruh sudut rumahnya.

Ada yang dibelinya saat bertugas sebagai pelayar berkeliling Indonesia dan berbagai negara.

Ada pula yang didapatkan dari hasil pembelian secara lelang dengan harga yang bervariasi.

Berawal dari surat bekas

Ingatan Jusak masih tajam kala menceritakan awal mula hobi mengumpulkan benda-benda pos muncul.

Jusak kecil yang tinggal di Asrama Brimob, Semarang, Jawa Tengah, kerap mengumpulkan prangko dari surat-surat bekas.

Ayahnya yang sering bepergian keluar pulau acapkali mengirim surat ke rumah.

Sejak itu, dia mulai mengenal prangko dan kartu pos, lalu mengumpulkannya. Sesekali Jusak kecil bertukar prangko dengan temannya.

Baca juga: Mengenal Prangko Pertama di Indonesia, Harganya Capai Rp 1,6 Miliar

Terkadang, Jusak juga mendapatkan prangko-prangko dari tumpukan surat bekas di tong sampah dekat tempat tinggalnya. Membuat koleksinya kian beragam.

"Waktu itu masih SD, ketika saya masih tinggal di asrama Semarang. Jadi saya sama teman saling bertukar. Kadang cari-cari dari surat bekas," kata Jusak.

Hobi itu bertahan hingga dia dewasa, bekerja di atas kapal Pertamina berkeliling nusantara, dan mengunjungi berbagai negara di dunia, lalu menikah.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan mengumpulkan prangko juga digemari oleh mendiang istrinya, Endang, bahkan diikuti oleh keempat anaknya.

Hobi itu pun terawat hingga anak-anaknya berkeluarga.

Jual beli untuk tambah koleksi

Memasuki tahun 2000-an, mengumpulkan benda-benda pos tak lagi sekadar hobi.

Jusak dan keluarga mulai memperjualbelikan koleksinya.

Tidak semuanya. Jusak hanya menjual prangko yang mereka miliki lebih dari satu.

Sebab, aktivitas jual beli yang dilakukan bukan semata demi mendapatkan keuntungan.

Menurut Jusak, penjualan dilakukan agar bisa membeli atau mendapatkan prangko baru dan benda-benda pos lain untuk menambah koleksinya.

"Kalau saya interest oriented, bahkan terkadang saya jual dengan harga yang lebih murah dari harga saya membeli hingga terkumpul," kata Jusak.

Baca juga: Prangko Termahal di Indonesia Seharga Rp 5 Miliar, di Dunia Ada yang Harganya Rp 150 Miliar

Prangko atau benda pos koleksinya pun tak dijual sembarangan.

Dia memilih pembeli yang sekiranya memang ingin mengoleksi, bukan untuk diperjualbelikan kembali.

Alasannya, ada rasa tidak rela jika koleksi prangko maupun kartu posnya hanya sekadar diperdagangkan.

Ada harapan agar pembeli itu bisa merawat dan menyimpan koleksinya yang berharga.

"Jadi masih agak selektif, dijualnya ke orang yang memang koleksi. Istilahnya, pindah tempat penyimpanan saja karena di sini terlalu banyak," kata Jusak.

Baca juga: Merawat Sejarah lewat Prangko di Museum TMII...

Aktivitas jual beli itu pun menjadi salah satu cara merawat hobi mengoleksi prangko dan benda-benda pos lainnya tetap berjalan.

Hingga kini, Jusak masih aktif mencari prangko maupun benda-benda pos lain lewat sistem lelang yang diadakan para pegiat filateli di Tanah Air.

Sulap rumah jadi galeri

Pada Agustus 2020 silam, Jusak bersama anak-anaknya memutuskan untuk menyulap rumahnya menjadi galeri benda-benda pos yang dinamai Galeri Sangadji.

Tujuannya tak lain agar bisa melihat-lihat benda-benda pos yang banyak tak dikenal generasi muda dan menarik minat mereka untuk mulai mengoleksinya.

Di samping itu, galeri tersebut juga diperuntukkan bagi pegiat filateli yang ingin melihat langsung koleksinya sebelum membeli.

"Kalau misal anak-anak atau remaja mau lihat-lihat kan bisa. Kalau mau mulai koleksi, boleh dibeli silakan. Enggak usah yang mahal-mahal dulu," kata Jusak.

Banyaknya koleksi yang dimiliki membuat Jusak tidak bisa memastikan jumlah prangko di Galeri Sangadji.

Namun, dia memperkirakan, total prangko yang ada mencapai lebih dari 100.000 lembar.

Baca juga: Prangko, Alat Bayar Pos yang Bermetamorfosis Jadi Benda Bernilai Investasi

Semua tersimpan rapi di dalam album yang diletakkan dalam lemari dan etalase. Ada pula yang dibingkai dan dipajang di hampir seluruh dinding ruangan.

"Yang di lemari ini saja jumlahnya ribuan. Saya pisahkan yang mau beli satuan, ada Rp 500-an per buah, ada yang Rp 2.000. Harga pasarannya itu padahal bisa Rp 15.000-an," kata Jusak sambil menunjuk sebuah lemari berisi lembaran prangko yang dijual murah.

Sejak awal, Jusak berharap Galeri Sangadji bisa menjadi tempat untuk memperkenalkan sekaligus memotivasi generasi saat ini untuk mulai mengoleksi benda-benda pos bersejarah.

Menurut Jusak, semua prangko maupun benda-benda pos lainnya memiliki sejarah dan tak ada yang tidak bernilai, sehingga perlu dijaga dan dikenalkan kepada generasi selanjutnya.

"Tidak ada prangko yang tidak berharga. Semuanya memiliki sejarah dan tentu memiliki nilai jual," kata Jusak.

Baca juga: Cerita Filatelis Buru Prangko Bung Karno dan Bung Hatta

Jusak menambahkan, galeri yang dibangunnya juga diharapkan dapat menjadi wadah berkumpul dan berdiskusi para filatelis agar hobi mengumpulkan benda-benda pos tetap terjaga.

Namun sayang, pandemi Covid-19 membuat galeri yang menurut rencana akan dibuka untuk siapa pun belum bisa beroperasi sepenuhnya.

Sejauh ini, Jusak hanya menerima tamu secara terbatas, khususnya untuk kolega-koleganya di dunia filateli.

"Awalnya enggak menyangka pandemi akan selama ini kan, tapi setidaknya ini menjadi langkah awal, mudah-mudahan Covid-19 enggak lama kan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com