JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Rizieq Shihab mempertanyakan nyali Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman saat proses pencopotan baliho Front Pembela Islam (FPI) pada November 2020 lalu.
Hal itu disampaikan Rizieq saat membacakan pleidoinya atas tuntutan jaksa terkait kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Kabupaten Bogor yang menjeratnya.
"Lalu pada tanggal 20 November 2020, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman saat Apel Kodam Jaya di Monas, tidak ada angin dan tidak ada hujan tebar ancaman terhadap FPI, bahkan menantang perang FPI dan mengancam untuk menurunkan semua baliho ucapan selamat datang Rizieq Shihab," kata Rizieq di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021).
Baca juga: Rizieq Shihab Pakai Syal Palestina di Persidangan, Kuasa Hukum Akui Itu Spontan
Padahal, lanjut Rizieq, FPI bukan milisi bersenjata, melainkan organisasi masyarakat tentang keagamaan yang banyak bergerak di bidang dakwah dan kemanusiaan.
"Bahkan di berbagai daerah FPI sering turun bareng dengan TNI dan Polri dalam menanggulangi bencana alam," ujar Rizieq.
Semestinya, menurut Rizieq, tantangan semacam itu diarahkan Pangdam Jaya kepada para teroris separatis di Papua yang sedang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membunuhi aparat dan warga sipil, bukan kepada FPI.
"Namun mungkin Pangdam Jaya tidak punya nyali, sehingga kelasnya memang hanya setingkat memerangi baliho saja. Wallaahu a'lam," kata Rizieq.
Baca juga: Drama Sidang Rizieq Shihab, dari Walk-Out hingga Menangis Saat Membaca Pleidoi
Kemudian pada 21 November 2020, Pangdam Jaya secara heroik menurunkan pasukan dengan kendaraan perang lapis baja untuk mencopot seluruh baliho ucapan selamat datang untuk Rizieq di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Dan tanggal 22 November 2020 baliho ucapan selamat datang Rizieq Shihab mulai diturunkan oleh aparat TNI dan Polri di seluruh Indonesia atas arahan Panglima TNI dan Kapolri saat itu," kata Rizieq.
Dalam kasus kerumunan di Petamburan, jaksa menuntut Rizieq dengan pidana penjara selama dua tahun.
Jaksa meyakini Rizieq telah melakukan penghasutan terkait pelanggaran protokol kesehatan, karena dengan sengaja mengajak orang datang ke acara tersebut.
Sementara dalam kasus kerumunan di Megamendung, jaksa menuntut Rizieq dengan pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 50.000.000.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan Rizieq melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan/atau Pasal 216 KUHP.
Jaksa mengatakan, sesuai Pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
Sementara itu, menurut jaksa, Rizieq tetap berkukuh menyelenggarakan kegiatan di pondok pesantren di Megamendung pada 13 November 2020 dan secara sengaja memberitahukan kedatangannya kepada publik.
Selain tuntutan pidana penjara, jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Rizieq berupa pencabutan hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
"Yaitu (dicabut haknya) menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun," kata jaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.