JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Dwi Agus Arfianto mengungkapkan adanya potensi tersangka baru dalam kasus korupsi dana bantuan operasional pendidikan (BOP) dan bantuan operasional sekolah (BOS) SMKN 53 Jakarta.
"Hasil gelar perkara kemarin bersama auditor BPK (Badan Pengawas Keuangan) ada kemungkinan ada tersangka baru dari pihak swasta," kata Dwi kepada wartawan, Kamis (22/7/2021).
Pihak swasta tersebut dituduh membantu membuatkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif atas pengadaan sejumlah barang.
Baca juga: Kasus Korupsi Dana BOS SMKN 53 Jakarta, Kajari: Kemungkinan Ada Tersangka Baru
"Jadi ada joki-joki, pihak swastanya ini menyiapkan SPJ fiktif. Jadi ada keuntungan nanti dia mendapatkan fee," ungkap Kasipidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reopan Saragih saat dihubungi Jumat (23/7/2021).
"Istilahnya, misalnya tersangka (mantan Kepala SMKN 53) pesan barang, barangnya itu nggak pernah ada, uangnya cair, nanti pihak swasta ini menyiapkan laporannya saja. Swastanya ini mendapat fee dari uang itu, nanti uang itu diserahin ke pihak sekolah," lanjut Reopan.
Kata Reopan, informasi itu didapatkan setelah pihaknya mewawancara 12 guru SMKN 53 Jakarta.
Baca juga: Guru dan Staf SMKN 53 Jakarta Kembalikan Uang Korupsi Dana BOP Senilai Rp 206 Juta
Namun, hingga kini, pihak swasta tersebut belum ditetapkan sebagai tersangka lantaran masih menunggu hasil audit dari BPK.
Proses audit sendiri, kata Reopan, sempat terkendala lantaran auditor dari BPK sempat terinfeksi Covid-19.
"Jadi ada perannya di situ tapi kita harus nunggu dulu hasilnya BPK kelar baru kita bisa ambil sikap. Pokonya indikasi seperti itu," ujar Reopan.
Reopan juga belum bisa mengungkapkan berapa banyak pihak swasta yang membantu tindak korupsi tersebut.
Sebelumnya, Kejari Jakbar telah menetapkan dua orang tersangka berinisial W dan MF atas kasus ini.
W adalah mantan kepala SMKN 53 Jakarta Barat, sedangkan MF adalah mantan staf Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat.
Dwi mengungkapkan, hingga kini, kedua tersangka masih belum ditahan.
"Belum ditahan. Kami masih butuhkan pernyataan dari pihak auditor, kami ingin ada suara yang menyatakan bahwa telah terjadi kerugian negara dan harus dibuktikan dari auditor BPK," kata Dwi.
Lantaran belum ditahan, keduanya masih menjalankan pekerjaannya masing-masing. W masih berprofesi sebagai guru meski tak lagi menjadi kepala sekolah.
Sementara itu, MF saat ini bertugas di Kantor Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat.
Menurut Dwi, pihaknya masih menunggu laporan audit dari BPK.
Diketahui, W yang bekerja sama dengan MF menggelapkan dana BOS dan BOP tahun anggaran 2018 yang total nilainya mencapai Rp 7,8 miliar.
Mereka dikenai Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.