Bismo mengatakan, ini merupakan kali pertama keduanya melakukan penimbunan obat.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi memeriksa 18 orang saksi dan lima orang ahli.
"Jadi kita lakukan pemeriksaan mulai dari titik distribusi pengiriman sampai akhir, A sampai Z kita periksa. Bermuara pada direktur dan komisaris sebagai pelaku utama karena bawah-bawahnya itu bergerak atas perintah mereka," kata Bismo.
Penimbunan obat ini, kata Bismo, dilakukan atas motif ekonomi.
"Ini dilakukan untuk motif ekonomi, motif keuntungan karena kalau menimbun akan menyebabkan kelangkaan, diharapkan harga semakin tinggi," ungkapnya.
Sementara, Kanit Krimsus Polres Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandry menyatakan bahwa kedua tersangka belum ditahan.
"Sampai saat ini nggak dilakukan penahanan. Tapi berjalannya penyidikan, kalau pemanggilan tersangka butuh penahanan maka kami akan lakukan penahanan," ungkap Fahmi.
Pemeriksaan tersangka, kata Fahmi, akan dilakukan pada Selasa (3/8/2021) dan Rabu (4/8/2021).
Hingga kini, kedua tersangka, kata Fahmi, bersikap kooperatif dan menaati proses hukum.
Adapun, gudang milik PT ASA telah ditutup polisi sejak 9 Juli 2021.
Sebelumnya, polisi mengungkapkan, seorang apoteker PT ASA mengaku sempat diinstruksikan untuk tak menjual Azithromycin terlebih dahulu.
"Salah satu apoteker menjelaskan ada percakapan dengan pemilik PT ASA untuk tidak menjual dulu Azithromycin, jadi ada indikasi untuk ditimbun," kata Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo dalam jumpa pers Senin (12/7/2021).
Salah seorang pelanggan PT ASA juga mengeluhkan hal yang sama.
"Salah satu customer yang menanyakan obat tersebut sudah ada atau belum, tapi dijawab belum ada. Jadi obat itu sebetulnya sudah ada, tapi disampaikan bahwa belum ada," jelas Ady.
Bahkan, saat pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanyakan stok Azithromycin, pihak perusahaan menyatakan tidak memiliki stok obat tersebut. Tak hanya menimbun, PT ASA juga sempat menjual Azithromycin di atas harga eceran tertinggi (HET).
"Kami melihat di sini ada kenaikan harga menjadi Rp 3.350 per tablet," jelas Ady.
Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19, harga Azithromycin adalah Rp 1.700 per tablet.
Bahkan, PT ASA juga disebut melakukan pemalsuan faktur agar tak kedapatan menjual obat di atas harga eceran.
"Ada upaya mereka untuk mengubah faktur dari pembelian obat ini pada saat kita amankan faktur. Mereka mencoba untuk menurunkan untuk sesuai dengan harga eceran tertinggi, yaitu Rp 1.700," kata Ady.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.