JAKARTA, KOMPAS.com - Bentuk penghormatan warga negara atas hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia dicerminkan dengan berbagai cara.
Salah satunya dengan membangun tugu sebagai simbol perjuangan pahlawan saat memperjuangkan kemerdekaan RI.
Salah satu tugu yang mencerminkan HUT RI adalah Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi.
Tugu yang berdiri di Taman Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, itu dibangun untuk memperingati ulang tahun pertama RI pada 1946.
Baca juga: Patung Hermes, Saksi Sibuknya Kawasan Harmoni yang Sempat Hilang
Tugu Peringatan Satu Tahun Proklamasi merupakan hasil buah pikir lima tokoh pejuang perempuan. Kelima tokoh wanita itu adalah Ny Gerung, Jo Masdani, Mien Wiranataksumah, Zubaedah, dan Zus Ratulangi.
Mereka tergabung dalam Pemuda Putri Indonesia (PPI) dan Wanita Indonesia.
Tugu itu diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 17 Agustus 1946.
Catatan Harian Kompas pada 16 Agustus 1995, proses peresmian Tugu Proklamasi mulanya terhambat.
Suwirjo yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Jakarta menolak untuk meresmikan Tugu Proklamasi pada 17 Agustus 1945 dengan alasan keamanan.
Suwirjo ingin meresmikan tugu itu keesokan harinya, 18 Agustus 1946.
Baca juga: Mengenal Patung MH Thamrin, Monumen Pahlawan Kemerdekaan Asli Tanah Betawi
Namun, Jo Masdani bersikeras untuk meresmikan simbol perjuangan itu pada 17 Agustus 1946. Dia tak takut mati meski harus meresmikan Tugu Proklamasi pada 17 Agustus 1946.
"Kalau tanggal 18 Agustus, biarlah Pak Suwirjo sendiri yang membukanya," ucap Jo Masdani.
Karena masih bersikukuh untuk meresmikan tugu pada 17 Agustus 1946, Jo dan pejuang perempuan lainnya menghubungi Sutan Syahrir.
Sutan Syahrir menyanggupi untuk meresmikan Tugu Proklamasi pada hari itu.
Dari tahun ke tahun, semenjak peresmian tersebut, para pemuda dan pelajar menyelenggarakan upacara peringatan HUT RI di Tugu Proklamasi.
Baca juga: Bung Karno dan Kisah di Balik Wajah Ramah Pemuda pada Monumen Selamat Datang
Bahkan, setelah pemulihan kedaulatan Indonesia pada 1950, presiden dan wakil presiden selalu mendatangi Tugu Proklamasi setelah upacara kenegaraan di Istana Negara.
RI 1 dan RI 2 bersama-sama meletakkan karangan bunga dan berdoa bagi para pahlawan.
Tak hanya pejabat Indonesia, para tamu negara juga diajak untuk meletakkan karangan bunga bagi para pahlawan yang gugur.
Namun, simbol perjuangan tersebut mulai tak lagi dikunjungi warga setelah 14 tahun Tugu Proklamasi diresmikan.
Dalam "Bung Karno di antara Saksi dan Peristiwa", ST Sularto menuliskan bahwa menurut Presiden Soekarno, Tugu Proklamasi merupakan Tugu Linggarjati sehingga harus dihancurkan.
Padahal, perjanjian Linggarjati baru diadakan pada 10 November 1946 atau tiga bulan setelah peresmian Tugu Proklamasi.
Jo Masdani yang mengetahui hal tersebut membantah pernyataan Soekarno.
Menurut dia, peresmian Tugu Proklamasi disiapkan sejak Juni 1946, sedangkan pernjanjian Linggarjati terjadi pada November 1946.
"Persiapan kami lakukan sejak Juni 1946, sedangkan Linggarjati terjadi pada November 1946. Ini kan suatu kekeliruan besar," kata Jo Masdani.
Baca juga: Monumen Perjuangan Jatinegara, Simbol Perjuangan 16 Daerah di Jakarta Timur
Meski demikian, tugu itu tetap dihancurkan.
Dari puing-puing tugu tersebut, Jo Masdani menyimpan tiga keping marmer yang diletakkan di depan rumahnya sebagai bentuk kenangan.
Dalam kepingan marmer ]tertulis "Dipersembahkan oleh wanita Repoeblik", tulisan Proklamasi, dan peta negara Indonesia.
Pada 1972, pemerintah kembali membangun Tugu Proklamasi serta Rumah Proklamasi (kini dikenal sebagai Gedung Perintis Kemerdekaan).
Pada tahun tersebut, Menteri Penerangan yang saat itu dijabat oleh Budiarjo meresmikan Tugu Proklamasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.