JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah reklamasi Teluk Jakarta yang tak kunjung selesai menjadi salah satu dari 10 catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dalam rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies dinilai hanya bermain gimik dalam pencabutan izin pulau-pulau reklamasi Teluk Jakarta.
"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimik belaka," kata pengacara LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait saat hendak menyerahkan rapor merah di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/10/2021).
Baca juga: 10 Catatan Merah Rapor 4 Tahun Anies, LBH Jakarta: Jakarta Tidak Maju Bersama
Jeanny mengatakan, bukan tanpa alasan Anies disebut bermain gimik dalam penuntasan masalah reklamasi.
Dia mengatakan, gimik terlihat saat Anies memutuskan pemanfaatan pulau C, D, dan G yang sudah terbangun dan mengubah nama menjadi pulau Kita, Maju, dan Bersama.
Anies dinilai tidak konsisten menghentikan reklamasi karena menerbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Ini menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi (sebagai) perusahaan mitra," tutur Jeanny.
Sorotan lainnya, LBH Jakarta menyebutkan bahwa janji Anies untuk mempermudah kepemilikan hunian di Jakarta tidak terealisasi dengan baik.
Jeanny mengatakan, tempat tinggal sebagai hak dan kebutuhan dasar manusia tidak berlaku di Jakarta.
Masyarakat tidak bisa berharap banyak dengan janji Anies membangun 232.214 unit hunian rumah DP Rp 0 yang kini disunat habis-habisan.
"Anies menargetkan membangun hunian DP Rp 0 sebanyak 232.214 unit, kemudian dipangkas tajam sehingga ditargetkan hanya membangun 10.000 unit," tutur Jeanny.
Baca juga: LBH Jakarta: Pencabutan Izin Reklamasi oleh Anies Hanya Gimik Belaka
Selain pemangkasan target pembangunan, Jeanny menyebutkan, batas atas pendapatan mereka yang berhak mengambil rumah DP Rp 0 juga semakin jauh dari keberpihakan masyarakat menengah ke bawah.
Semula pendapatan per bulan dibatasi Rp 7 juta, kini diubah menjadi strata pendapatan tertinggi Rp 14 juta per bulan.
"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujar dia.
Baca juga: LBH Jakarta: Anies Pakai Pergub yang Dibuat Ahok untuk Legalkan Penggusuran
Berikut 10 poin rapor merah empat tahun kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan: