Saat sedang menunggu proses untuk karantina kesehatan, dia mengaku membeli satu porsi mie instan dengan harga Rp 30.000.
Mi instan itu, menurut perekam video, dijual oleh tentara yang sedang bertugas di sana.
Dia mengeluhkan soal harganya yang mahal dan proses pembuatannya yang tergolong lama.
"Kita beli Indomie yang Rp 4.000 jadi Rp 40.000. Tadi saya beli (mi instan) Rp 30.000. Di sini, tentara yang jual," ucapnya.
"Adik saya beli tiga, dikasi Rp 30.000. Kalau beli satu, Rp 40.000. Tapi nyeduhnya lama, nunggu air di dispensernya panas," imbuh perekam video.
Baca juga: Wisma Atlet Lockdown, Antrean Karantina di Bandara Menumpuk dan Pasien Sembuh Belum Bisa Pulang
Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Letkol Agus Listiono mengakui bahwa ada penumpukan penumpang pesawat dari luar negeri.
Menurut dia, penumpukan itu terjadi pada Sabtu pekan lalu.
"Ya itu video itu ada pada hari Sabtu memang terjadi penumpukan karena ada ketersendatan yang ada di wisma (atlet)," ucapnya kepada awak media, Senin.
Kata Agus, Wisma Atlet tersendat karena lokasi itu ditutup usai teridentifikasi satu stafnya terpapar corona varian Omicron, sehingga Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta harus mengirim para penumpang ke lokasi lain.
Kemudian, pada Sabtu pekan lalu sekitar pukul 13.00 WIB, pihaknya mulai mengirimkan para penumpang ke lokasi karantina kesehatan di Nagrak, Jakarta Utara.
Terkait Rp 19 juta menurut perempuan dalam video, Agus menyebut bahwa harga itu memang adalah paket karantina kesehatan di hotel.
Harga paket itu tergolong mahal karena terdapat sejumlah fasilitas lain yang digunakan oleh para penumpang dari luar negeri yang menjalani karantina.
Menurut dia, perempuan itu sebenarnya tak berhak menggunakan fasilitas karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, pihak yang diizinkan menggunakan Wisma Atlet adalah PMI, pelajar dari luar negeri, dan aparatur sipil negara.
"Hotel tuh mahal Rp 19 juta. Nyatanya sekarang ada hotel bintang dua, itu pun tidak per hari. Itu pun sepuluh hari, paket. Itu di situ tidak sama dengan (pengunjung hotel) reguler yang masuk hotel terus check out gitu, bukan," urai Agus.
"Itu ada nakesnya, ada PCR-nya ditanggung hotel. Terus di hotel, PCR kedua ditanggung oleh hotel. Armada pengangkutnya dari Bandara yang bawa dari hotel. Keamanannya juga hotel," sambung dia.
Baca juga: Pekerja Migran Antre Berjam-jam untuk Karantina, Pihak Wisma Atlet: Keterisian Kamar Masih Normal