"Saya pertanyakan, surat tegurannya itu dalam hal apa, apakah kinerja, karena saya merasa dan juga absensi saya full. Kinerja saya sesuai dengan apa yang dikomandokan. Saya selalu melaksanakan," tutur Sandi.
Selain dalam bentuk surat, Sandi juga mengaku menerima intimidasi langsung dari salah satu bosnya, yang tak ia sebutkan identitasnya.
Saking niatnya, kata Sandi, pejabat Damkar Depok itu bahkan berkeliling ke beberapa lokasi UPT di Depok.
Pejabat itu memaksa anggota Damkar lain untuk menandatangani pernyataan agar tidak mendukung aksi Sandi.
"Mereka menyuruh anak-anak (para petugas pemadam kebakaran) untuk tanda tangan dan anak-anak itu dipaksa untuk tanda tangan. Di depannya ada tulisan tidak mendukung aksi saya," kata Sandi.
Baca juga: Buah Perjuangan Sandi yang Bongkar Korupsi Dinas Damkar Depok, Kini Mantan Bosnya Jadi Tersangka
"Ada beberapa anak-anak yang tidak mau tanda tangan dan ada yang mau tanda tangan karena dipaksa mereka," ujar dia.
Tak hanya itu, di sebuah pertemuan di rumah komandan regunya, Sandi juga mengaku ditawari uang damai oleh seorang bendahara.
"Di situ saya ketemu. Di situ dia menawarkan sejumlah uang. Danru saya tahu dia menawarkan, tapi saya tetap enggak mau. Saya bilang tetap, saya tetap lurus, ini hak anak-anak," kata Sandi.
Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sri Kuncoro menjelaskan, perkara ini telah ditingkatkan status penyidikannya menjadi dua klaster perkara.
Pertama, perkara dugaan tindak pidana korupsi belanja seragam dan sepatu PDL pada 2017 dan 2018.
Pada perkara ini, ditetapkan satu tersangka berinisial AS selaku Sekretaris Dinas Damkar Kota Depok saat itu.
"AS bertanggung jawab dalam urusan pengadaan barang dan jasa. Yang bersangkutan ini menjabat sebagai PPK, pejabat pembuat komitmen saat itu," kata Kuncoro.
Baca juga: Bongkar Dugaan Korupsi Damkar Depok, Sandi Mengaku Diminta Sebut Nominal agar Damai
Kuncoro menduga ada kerugian sekitar Rp 250 juta dalam perkara pengadaan seragam dan sepatu tersebut.
"Adapun estimasi kerugian dalam perkara ini, kurang lebihnya Rp 250 juta. Saat ini sedang didalami. Sebentar lagi kita bawa ke pengadilan," jelas Kuncoro.
Kedua, perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan upah atau penghasilan tenaga honorer pada periode 2016 hingga 2020.