Munarman bertanya-tanya soal hubungan antara perkara terorisme yang menjeratnya dengan kasus pembunuhan enam laskar FPI.
"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa Km 50 yang terjadi pada Desember 2020?" ucap Munarman.
"Apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga negara yang memang berwenang membuat laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" kata dia.
Pada sidang sebelumnya, Munarman menyebut dirinya menjadi target kepolisian usai membela kematian enam laskar FPI.
Hal tersebut diungkapkan Munarman saat membacakan eksepsi atau nota keberatan terkait sidang dugaan tindak pidana terorisme di PN Jakarta Timur, 15 Desember 2021.
"Bermula dari pernyataan saya yang membela pembantaian keji yang tidak berperikemanusian dalam kasus pembantaian enam orang pengawal Habib Rizieq yang menyebabkan diri saya menjadi target," ujar Munarman saat itu.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Munarman Sebut Perkaranya Direkayasa untuk Tutupi Kasus Pembunuhan 6 Laskar FPI
Munarman merasa dirinya tidak memiliki masalah atau membuat opini negatif yang menggiring dirinya pada masalah hukum.
"Sejak saya menyatakan bahwa para pengawal Habib Rizieq tidak membawa senjata api, maka ramai orang suruhan komplotan melaporkan saya ke polisi dengan tujuan memenjarakan saya," kata Munarman.
Dalam pleidoinya, Munarman juga menyinggung pernyataan para petinggi partai politik soal wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Awalnya, ia mengatakan bahwa jaksa tidak bisa menunjukkan aturan undang-undang mana yang bertentangan dengan isi ceramahnya dalam acara di Makassar, Sulawesi Selatan (24-25 Januari 2015) dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (5 April 2015).
"(Jaksa) penuntut umum menyebutkan bertentangan dengan demokrasi Pancasila, tanpa menyebutkan di pasal berapa dan undang-undang yang mana yang menjadi dasar bahwa Indonesia menganut demokrasi Pancasila," kata Munarman.
Ia kemudian membandingkan hal itu dengan pernyataan para petinggi partai politik soal wacana penundaan Pemilu 2024.
"Berbeda ketika saya menunjukkan bahwa perkataan ketum parpol dan menteri di NKRI yang menyatakan maksud untuk memperpanjang periode jabatan presiden menjadi lebih dari 5 tahun, menunda pemilu dan menjadikan masa jabatan presiden menjadi 3 periode adalah bertentangan dengan konstitusi NKRI yaitu UUD 1945 Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1)," kata Munarman.
"Jelas sekali apa yang disampaikan tersebut di atas, melanggar konstitusi dan bertentangan dengan sistem demokrasi Pancasila. Lantas mengapa tidak dipidana?" imbuh dia.
Baca juga: Munarman Minta Dibebaskan dari Tuntutan dan Penjara
Munarman menyebutkan, isi ceramahnya tidak ada yang mempersoalkan soal konsep NKRI.