Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah yang Kembali Muncul di Jakarta Saat Pandemi Mereda: Macet dan Polusi Udara

Kompas.com - 24/06/2022, 07:37 WIB
Ihsanuddin

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 boleh jadi membawa banyak petaka baik dari sisi kesehatan maupun pertumbuhan ekonomi.

Namun hanya pandemi Covid-19 yang mampu mengatasi dua permasalahan klasik yang tak pernah teratasi di ibu kota: kemacetan dan polusi udara. 

Saat Covid-19 di Jakarta sedang tinggi-tingginya dan mobilitas warga ibu kota dibatasi untuk mencegah penularan, maka secara otomatis masalah kemacetan teratasi dengan sendirinya. 

Banyaknya warga yang bekerja, sekolah dan melakukan aktivitas lain dari rumah membuat jalanan Jakarta sempat terbebas dari kemacetan dan polusi udara. 

Kemacetan Jakarta Sempat Turun Drastis

Menurunnya kemacetan di Jakarta bisa dilihat dari penilaian TomTom Traffic Index.

Pada tahun 2019, sebelum pandemi melanda, Jakarta masih masuk dalam 10 besar kota termacet di dunia

Namun pada 2020 saat Covid-19 baru terdeteksi di Indonesia dan dilakukan pembatasan besar-besaran, tingkat kemacetan Jakarta menurun drastis. 

Jakarta pada tahun itu berada di ranking 31 dari 216 kota besar di dunia.

Tingkat kemacetan Jakarta pada 2020 hanya berada di angka rata-rata 36 persen.

Angka itu jauh lebih kecil dibandingkan rata-rata tahun 2019, yakni mencapai 53 persen.

Baca juga: Setengah Hati Uji Emisi di DKI...

TomTom juga mengungkapkan bahwa tingkat kemacetan Jakarta pada 2020 berada di titik terendah saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di bulan April.

Pada saat itu, rata-rata tingkat kemacetan DKI Jakarta hanya mencapai 11 persen.

Lalu pada 2021, saat penularan Covid-19 masih tinggi dan mobilitas warga masih dibatasi, jalanan Jakarta masih cukup lengang. 

Masih mengacu pada TomTom Traffic Index, Jakarta pada tahun lalu berada pada peringkat 46 kota termacet di dunia dengan rata-rata kemacetan di angka 34 persen. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun beberapa kali membanggakan kondisi Jakarta yang terbebas dari macet. 

Baca juga: Anies Bangga Jakarta Keluar dari 10 Kota Termacet Dunia, Warga: Jangan Hanya Saat Pandemi

Gunung Gede Pangrango Terlihat dari Jakarta

Terbebasnya jalanan Jakarta dari berbagai kendaraan yang memadati jalanan berdampak pada perbaikan kualitas udara. 

Bahkan saat itu pemandangan Gunung Gede Pangrango bisa terlihat jelas dari Jakarta. 

Fotografer Ari Wibisono mengabadikan potret Gunung Gede Pangrango itu dari wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat.

Foto tersebut pun viral dan menjadi perbincangan hangat warganet karena Gunung Gede Pangrango yang berada di perbatasan Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi itu terlihat sangat jelas dalam foto. 

Ari menyebut gunung Gede Pangrango itu terlihat gagah saat ia melintas di atas flyover Kemayoran pukul 06.20 WIB pagi.

"Pukul 06.20 WIB sampai jam 07.00 WIB, gunung masih terlihat gagah. Jelang jam 07.30 WIB, gunung mulai hilang pelan-pelan," kata Ari, Februari 2021 lalu. 

Baca juga: Bantah Foto Tempelan, Ini Proses Ari Wibisono Memotret Gunung Gede Pangrango dari Kemayoran

Saat itu, kualitas udara Jakarta sedang cukup baik. 

Mengutip data dari situs AirVisual, Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori sedang, yakni berada di angka 98 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Dengan AQI tersebut, Jakarta menempati peringkat ke-33 di antara kota-kota besar di dunia berdasarkan parameter kualitas udara buruk dan polusi kota.

Sementara itu, pada pukul 11.00 WIB, AQI untuk wilayah Kemayoran masuk kategori baik yakni berada di angka 37 dengan konsentrasi parameter PM 10. 

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Syaripudin saat itu mengatakan, penerapan kebijakan pembatasan selama pandemi Covid-19 berdampak positif bagi lingkungan. 

"Pandemi telah menunjukkan kepada kita bahwa masih ada harapan untuk lingkungan hidup yang lebih baik," ujar Syaripudin.

Baca juga: Tanggapi Foto Gunung Gede Pangrango, Wagub DKI: Kualitas Udara Jakarta Semakin Baik

Kemacetan dan Solusi Klasik

Pada tahun 2022 ini, masalah kemacetan dan polusi udara kembali muncul seiring dengan Covid-19 mulai melandai dan aktivitas masyarakat yang kembali meningkat. 

Banyaknya warga Jakarta yang bekerja, sekolah dan melakukan aktivitas lain di luar rumah membuat kemacetan di ibu kota tak terhindarkan. 

Meski pemerintah provinsi DKI Jakarta terus menggenjot penyediaan transportasi umum, namun hal itu tak mencegah sebagian besar warga untuk bepergian dengan kendaraan pribadi. 

Akhirnya, Pemprov DKI pun kembali mengandalkan jurus lama untuk membatasi jumlah pemakaian kendaraan pribadi, yakni dengan penerapan sistem ganjil genap. 

Ganjil genap yang saat pandemi hanya diberlakukan di 13 titik, kini diperluas menjadi 25 ruas jalan. 

Baca juga: Sanksi Tilang Berlaku, Catat Daftar 25 Ruas Jalan Ganjil Genap Jakarta

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Lupito mengklaim kebijakan ganjil genap ini cukup efektif mengatasi kemacetan. 

Ia mengklaim volume kendaraan terpantau berkurang dibanding sebelum ganjil genap diperluas.

Akibatnya, terjadi peningkatan kecepatan arus kendaraan, yakni di atas 30 kilometer per jam.

"Jadi dari hasil evaluasi untuk ganjil genap terpantau terjadi peningkatan kinerja lalu lintas," ujar Syafrin, 14 Juni 2022 lalu.

Kualitas Udara Memburuk

Meski kemacetan diklaim teratasi lewat kebijakan ganjil genap, namun kualitas udara di Jakarta yang kembali memburuk akhir-akhir ini masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. 

Dalam beberapa waktu terakhir, Jakarta justru kerap menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Misalnya saat puncak HUT Jakarta pada Rabu (22/6/2022) lalu, lagi-lagi Jakarta jadi kota dengan kondisi udara paling buruk di dunia.

Hingga pukul 11.00 WIB, indeks pencemaran udara di Ibu Kota berada di angka 163.

Konsentrasi PM 2,5 atau partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikronmeter di udara Jakarta berada di angka 78,5µg/m³.

"Konsentrasi PM2,5 di udara Jakarta bahkan 15,7 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian bunyi informasi dari website airvisual.

Baca juga: Hari Ulang Tahun Jakarta, Warga Ibu Kota Dapat Kado Polusi Udara

Buruknya kualitas udara di Jakarta bahkan membuat Pemprov DKI mengimbau warga ibu kota untuk menggunakan masker saat berada di luar ruangan.

"Kalaupun harus keluar rumah gunakan selalu masker karena kualitas udara di Jakarta sedang kurang bagus," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto.

Menanggapi buruknya polusi udara di ibu kota ini, Gubernur Anies meminta semua perusahaan di Jakarta melakukan pemantauan polusi dan emisi.

Ia juga menyatakan akan menggenjot lagi agar warga Jakarta menggunakan sarana transportasi umum untuk menekan polusi udara di ibu kota.

Tantangan Mengajak Warga Naik Transportasi Umum

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suci Fitria Tanjung menilai kebijakan ganjil genap memang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengendalian polusi di Ibu Kota.

Dalam beberapa kajian yang dilakukan oleh Walhi, pembatasan kendaraan melalui nomor pelat kendaraan itu justru memicu munculnya kendaraan baru yang lebih banyak. 

Hal ini membuat suatu rumah tangga memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor dengan dua jenis nomor pelat yang berbeda, yaitu ganjil dan genap.

"Kebijakan ini justru bisa memicu masyarakat Jakarta untuk membeli kendaraan baru karena transportasi publik belum menopang kebutuhan mobilitas masyarakat," ujar Suci kepada Kompas.com, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Anies Bakal Genjot Warga Jakarta Gunakan Transportasi Umum untuk Tekan Polusi Udara

Padahal, kata Suci, tujuan dari penerapan aturan ganjil genap untuk mendorong masyarakat beralih kepada transportasi massal.

Sayangnya, kondisi transportasi publik saat ini belum efisien dan efektif menuju titik tertentu.

Suci berujar, agar masyarakat beralih kepada transportasi publik harus ada jaminan fasilitasnya, baik itu keamanan, kenyamanan, efisiensi, serta efektivitas perjalanan masyarakat.

Selain itu, kata Suci, pemberian insentif bagi masyarakat yang menggunakan transportasi publik juga perlu diinisiasi.

Menurut dia, cara tersebut terbukti efektif membuat masyarakat pindah ke transportasi publik di Jerman.

"Di Jerman, insentif diberikan kepada masyarakat yang memang mau menggunakan transportasi publik dengan pemberian kartu senilai €9 per bulan," ujar Suci.

Baca juga: Dilema Naik Transportasi Umum di Ibu Kota: Bantu Kurangi Macet Tapi Dibikin Ribet

Selain itu, konektivitas transportasi di sana juga baik sehingga efisiensi waktu di perjalanan sangat optimal. Konektivitas yang baik ini membuat orang tidak terlalu lama di jalan.

"Hal seperti itu menurut saya bisa secara cepat dilakukan oleh pemerintah sambil perlahan kita bertransformasi dan mengonversi penggunaan energi fosil," tutur Suci.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper: Korban Ternyata Minta Dinikahi | Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak

[POPULER JABODETABEK] Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper: Korban Ternyata Minta Dinikahi | Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak

Megapolitan
Rute Transjakarta 10M Pulo Gadung - Walikota Jakarta Utara via Cakung

Rute Transjakarta 10M Pulo Gadung - Walikota Jakarta Utara via Cakung

Megapolitan
Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Megapolitan
Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com