Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berinisiatif Temui Massa Buruh, 4 Perwakilan DPD RI Ditolak dan Dilarang Naik Mobil Komando

Kompas.com - 10/08/2022, 15:18 WIB
Tria Sutrisna,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Massa buruh menolak sejumlah perwakilan anggota Dewan Pengurus Daerah (DPD) RI yang berinisiatif menemui peserta aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Rabu (10/8/2022).

Pantauan Kompas.com, empat anggota DPD dari daerah pemilihan (Dapil) Lampung, Aceh, Babel dan Kalimantan datang ketika salah satu ketua serikat buruh sedang berorasi di atas mobil komando yang terparkir di depan Gerbang Utama.

Tak lama kemudian, seorang orator lainnya di atas komando meminta agar perwakilan serikat buruh menghentikan orasinya sejenak.

Baca juga: Selain Buruh, Mahasiswa Juga Demo di Depan Gedung DPR Terkait UU Cipta Kerja

Setelah itu, orator tersebut meminta agar keempat anggota DPD itu tak sembarang naik ke atas mobil komando untuk menyampaikan keterangan kepada massa aksi.

"Bapak-bapak jangan naik dulu, hanya anggota dewan yang siap mencabut omnibus law Cipta Kerja yang diizinkan mobil komando. Sepakat kawan-kawan?" kata orator di atas mobil komando, Rabu (10/8/2022).

Para buruh yang datang pun sepakat bahwa hanya anggota dewan yang siap mencabut Undang-Undang Cipta Kerja, yang diizinkan naik ke atas mobil komando.

Baca juga: Demo di Depan Gedung DPR, Presiden Partai Buruh: Jangan Pilih Parpol dan Politisi Pendukung Omnibus Law!

Perwakilan DPD RI itu pun hanya bisa terdiam di bawah mobil komando sambil di kawal oleh petugas pengamanan kawasan DPD RI.

"Kita biarkan dia mendengar orasi kita, biarkan dia mendengar suara kaum buruh. Kami tidak ingin mendengar keterangan apapun selain pencabutan Omnibus Law Cipta Kerja," kata Orator tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Arif Minardi mengatakan, aksi tersebut bertajuk "Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja".

"Aliansi ini diikuti lebih dari 40 organisasi buruh mulai dari konfederasi, federasi, serikat pekerja, ojek online. Kami berharap ini jadi momen persatuan seluruh buruh," ujar Arif saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/8/2022).

Menurut Arif, jumlah buruh yang akan berdemonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI diperkirakan sekitar 300.000 orang.

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja, Massa Buruh Panjat Gerbang Utama DPR/MPR RI

"Di gelar di (depan gedung) DPR, massa biasanya berkumpul jam 10.00 WIB," ungkapnya.

Aksi unjuk rasa ini dilakukan, kata Arif, karena pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan DPR tidak menghiraukan berbagai aksi dan dialog baik sebelum dan sesudah disahkannya Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

"Hal ini malahan direspons dengan mengesahkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (PPP)," ucap Arif.

"Sehingga UU PPP bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia," sambung dia.

Arif mengungkapkan, UU Cipta Kerja telah melanggar Pasal 5 huruf (g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan yakni mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan.

"Sehingga sebagai pihak yang terdampak langsung (buruh/pekerja) tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan naskah maupun pembahasan di DPR," kata dia.

Kemudian, Arif menilai bahwa UU Cipta Kerja telah mengabaikan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sebagaimana mana diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan (2), pasal 25 ayat (1) dan (2), pasal 27, yang pada dasarnya SP/SB berfungsi memperjuangkan kepentingan anggotanya agar sejahtera dan berperan mewakili pekerja atau buruh.

"Faktanya SP/SB tidak dilibatkan dalam perencanaan penyusunan naskah Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja, padahal ini menyangkut nasib lebih dari 56 juta pekerja formal beserta keluarganya yang artinya pasti mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara umum," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Megapolitan
Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Megapolitan
Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Megapolitan
Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Megapolitan
Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Megapolitan
Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Megapolitan
Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Megapolitan
Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Megapolitan
Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Megapolitan
Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Megapolitan
Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Megapolitan
Pabrik Arang di Balekambang Beroperasi Tengah Malam, Bikin Warga Terbangun Gara-gara Asap

Pabrik Arang di Balekambang Beroperasi Tengah Malam, Bikin Warga Terbangun Gara-gara Asap

Megapolitan
Eks Manajer Resto Ramen Hotmen Milik Hotman Paris Ditangkap Usai Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta

Eks Manajer Resto Ramen Hotmen Milik Hotman Paris Ditangkap Usai Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com