Zakir menyebutkan, korban diberikan target untuk mendapatkan uang minimal Rp 1 juta per hari. Apabila tidak memenuhi target, NAT dianggap berutang uang kepada pelaku.
"Kalau tidak menghasilkan uang Rp 1 juta per hari dia diminta untuk bayar utang dengan menjajakan diri. Jika tidak memenuhi target maka dia diminta untuk membayar utang," ungkap Zakir.
Dalam melancarkan aksinya selama 1,5 tahun, lanjut Zakir, terlapor sesekali mengizinkan korban untuk pulang ke rumah menemui orangtuanya.
Namun, korban akan dipantau oleh pelaku dan diminta tidak berlama-lama di rumah. Korban juga dilarang menceritakan soal pekerjaan maupun tempatnya bekerja kepada pihak keluarga.
"Jadi korban hanya menyampaikan kepada keluarga bahwa dia bekerja. Tidak sampaikan detail pekerjaannya seperti karena dalam tekanan," tutur Zakir.
"Kalau sampai ngomong ke keluarga dia harus membayar utang sebesar Rp 35 juta," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, orangtua korban, MRT (49), berharap pelaku segera ditangkap dan diganjar hukuman setimpal dengan perbuatannya. Terlebih, aksi pelaku membuat korban tidak bisa bersekolah selama lebih dari 1,5 tahun.
"Saya berharap ditindaklanjuti sesuai dengan hukum aja, sesuai dengan hak-hak anak. Kan selama setahun lebih dia gak bisa sekolah tertahan di sana," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.