Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Terdakwa Investasi Bodong KSP Indosurya Hanya Terancam Hukuman 4 Tahun, Jaksa: Kita Tuntut Maksimal

Kompas.com - 28/09/2022, 07:08 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Syahnan Tanjung, menegaskan bahwa terdakwa dalam perkara penipuan dan penggelapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya tidak disangkakan pidana 4 tahun saja.

"Apa yang digambarkan oleh mulut seorang Alvin Lim yang menyampaikan bahwa (terdakwa disangkakan) Pasal 378 dan Pasal 372 dengan pidana 4 tahun, itu tidak benar," kata Syahnan saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (27/9/2022) malam.

Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong KSP Indosurya Digelar di PN Jakbar, Jaksa Hadirkan 10 Saksi

Syahnan mengatakan dua terdakwa yakni Henry Surya dan June Indria juga disangkakan dengan pasal dengan ancaman pidana yang berat.

"Pasal yang disangkakan adalah Pasal 46, Pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), di mana ancamannya 15 tahun dan 20 tahun. Jadi kombinasi pasal itu sangat berat," tegas Syahnan.

"Kita tuntut maksimal. Kita nanti buktikan ancamannya untuk Pasal 46 itu (pidana) 15 tahun, dan TPPU-nya 20 tahun," imbuh Syahnan.

Syahnan menilai, ungkapan Alvin Lim dalam konten Youtube-nya telah mendiskreditkan kejaksaan.

Baca juga: Sidang Kasus Investasi Bodong KSP Indosurya, Korban Mengaku Dijanjikan Keuntungan 12 Persen

"Kita harus berani membela kepentingan rakyat. Bukan kepentingan disebut oknum itu, yang mendiskreditkan bahwa kami adalah sarang mafia lah, P19 matilah, macam-macam. Tapi faktanya salah itu apa yang diomongkan," kata Syahnan

Sementara itu, pengacara sejumlah korban investasi bodong KSP Indosurya, Alvin Lim membuat heboh usai melontarkan sejumlah spekulasi yang menilai bahwa dakwaan jaksa tumpul terhadap terdakwa Henry Surya dan June Indria.

Ia menjelaskan terdakwa mendapat pasal berlapis dengan berbagai periode pidana. Namun, empat dakwaan itu disusun secara alternatif dan kumulatif.

Baca juga: Ini Isi Koper Mencurigakan yang Ditemukan di Gerbang Mapolda Metro Jaya

"Di dalam pasal berlapis Kejaksaan punya dua pilihan, dia bisa melakukan dakwaan alternatif dengan kata kunci 'atau' juga bisa dakwaan kumulatif dengan kata kunci 'dan'," kata Alvin dalam youtube Quotient TV yang diunggah pada Kamis (22/9/2022) lalu.

"Dalam kasus ini, terdakwa didakwa empat pasal. Masalahnya adalah di sini ada kata 'atau', ini yang menjadi problem. Alternatif ini memberi celah kepada Jaksa atau Hakim, sehingga terdakwa bisa lolos dengan ancaman yang lebih rendah," jelas Alvin.

Sembari melihat akun resmi Sistem Aplikasi Penelusuran Perkara atau SIPP PN Jakarta Barat, Alvin mengatakan dakwaan pertama menggandeng pasal yang gagah terhadap terdakwa, yakni Pasal 46 ayat (1) UURI No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UURI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Pasal 46 ayat 1 adalah menghimpun dana masyarakat tanpa izin, minimal 5 tahun maksimal 15 tahun pidana sampai disini masih bagus. Pasal ini gagah," ungkap Alvin.

Namun, ia menyayangkan penyusunan dakwaan alternatif pada dakwaan kedua, hingga ketiga.

Baca juga: Cegah Banjir, Pemprov DKI Lanjut Keruk Lumpur Sungai di 5 Wilayah Secara Serentak

"Yang galak ini dakwaan pertama, tapi setelahnya ada kata 'atau'. Sehingga bisa saja yang dipilih bukan pasal yang pertama," pungkas Alvin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com