JAKARTA, KOMPAS.com - Setumpuk persoalan di ibu kota menanti untuk diurai Heru Budi Hartono setelah dipastikan akan menjadi Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta.
Ekspektasi tinggi membumbumbung terhadap program kerja yang akan dibawa Heru selama menjabat Pj Gubernur DKI Jakarta, mengingat ia bukan orang baru di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Heru mengawali kiprahnya sebagai Staf Khusus Wali Kota Jakarta Utara pada 1993. Dari tahun ke tahun, kariernya terus menanjak dengan menduduki sejumlah posisi kepala bagian.
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, menegaskan, Heru harus menyelesaikan persoalan yang sebelumnya dinilai tak dieksekusi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Contohnya persoalan banjir. Menurut saya, bagi Pak Heru, (penanganan banjir) harus menjadi skala prioritas pertama," ujarnya.
Pernyataan Gembong sejalan dengan harapan dari Presiden Joko Widodo.
Dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kompas.com, Presiden mendorong Heru untuk menyelesaikan dua masalah utama Ibu Kota, yakni kemacetan dan banjir.
"Kemarin sudah saya sampaikan kepada Pak Heru persoalan utama di DKI Jakarta. Macet, dan banjir. Harus ada progress yang signifikan, ujar Presiden.
Dalam sepekan terakhir, persoalan banjir kembali menjadi momok yang mengganggu aktivitas warga Ibu Kota.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyatakan, ada 68 rukun tetangga (RT) di Ibu Kota yang terendam banjir pada Senin (10/10/2022) pagi.
Baca juga: Perkembangan Penelusuran Robohnya MTsN 19 Jaksel: Olah TKP hingga Pemeriksaan 2 Penjaga Sekolah
Jumlah tersebut merupakan data hingga pukul 09.00 WIB hari sebelumnya, yakni terdapat 53 RT yang terendam banjir.
Banjir pada Kamis (6/10/2022) sore, bahkan merobohkan tembok pembatas di MTsN 19 Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Peristiwa tersebut mengakibatkan 3 korban jiwa yang semuanya adalah siswa MTsN 19 Pondok Labu.
Pekerjaan yang tak kalah berat dari mengentaskan persoalan banjir Jakarta yang menanti Heru adalah mengurai kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Persoalan utama dari kelindan kemacetan Ibu Kota adalah penggunaan kendaraan pribadi yang terus bertambah.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menyebutkan, tingkat kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta telah mencapai 48 persen.
Baca juga: Car Free Day Jakarta yang Tak Lagi Free...
Latif mengatakan, puncak kemacetan di wilayah DKI Jakarta terbagi pada dua periode, pagi dan sore hari.
Kemacetan di pagi hari bertepatan pada waktu keberangkatan para pekerja, di pukul 07.00 - 09.00 WIB.
Sementara kemacetan di sore hari, lanjut Latif, bertepatan pada jam pulang kerja yakni pukul 17.00 - 19.00 WIB.
"Kalau sudah di jam tersebut, kondisi jalan sudah crowded sekali," ujar Latif.
Baca juga: Macet Jakarta Semakin Padat, Polisi Sebut Perlu Pengaturan Jam Kerja
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menyayangkan program integrasi transportasi publik yang didorong Pemprov DKI Jakarta belum berhasil menekan penggunaan kendaraan pribadi.
"Upaya pengendalian penggunaan kendaraan pribadi masih jauh panggang dari api dan perlu keseriusan Pemprov DKI dalam mengimplementasikannya," ujar Tigor.
(Penulis: Muhammad Naufal, Tria Sutrisna /Editor: Novianti Setuningsih, Nursita Sari, Rachmat Nur Hakim, Kristian Erdianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.