"Yang kemarin dialami di Jakarta itu, (curah hujan) sampai dengan 244 milimeter, jadi kita mengalami curah hujan yang ekstrem. Karena (curah hujan) di atas 150 milimeter (disebut) ekstrem, kita mengalami di atas 240 milimeter," ujar Anies pada 9 Februari 2020.
Baca juga: Banjir Rendam 50 RT di Jakarta Rabu Pagi Ini, Paling Tinggi 2,2 Meter di Cawang
Selain itu, kata Anies, banjir kala itu juga disebabkan air kiriman dari hulu. Ketinggian air di Bendung Katulampa menyebabkan Jakarta menerima volume air yang cukup besar dari hulu.
Anies berujar, seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta kala itu sudah siaga untuk mengendalikan banjir Ibu Kota. Alat-alat berat dan pompa air juga turut disiagakan.
Karena sistem drainase di Jakarta hanya mampu menampung curah hujan rata-rata 100 milimeter, Anies pun menargetkan Jakarta tak dilanda banjir jika curah hujan lokal di bawah 100 milimeter.
"Apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm/hari, maka kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik," kata Anies dalam siaran pers resmi Pemprov DKI Jakarta, Sabtu (8/10/2022).
Baca juga: Minimnya Normalisasi Tanggul Jadi Salah Satu Penyebab Banjir di Jakarta
Sebaliknya, Anies menuturkan, banjir akan menggenangi wilayah Ibu Kota jika curah hujan mencapai 100 milimeter per hari karena melebihi daya tampung sistem drainase di Jakarta.
"Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm/hari, mau tidak mau air akan tergenang, terjadilah banjir," tutur dia.
Anies juga pernah menyampaikan hal tersebut pada November 2020 dan November 2021.
Pada Februari 2020, saat sejumlah wilayah Jakarta terendam banjir, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai bahwa masalah drainase menjadi penyebab utama banjir di sejumlah wilayah di Jakarta pada hari ini.
Sebab, saat itu tak ada sungai yang meluap.
"Untuk kesimpulannya, memang drainasenya. Yang bikin kapasitas drainasenya yang lebih kecil dari volume air dan kapasitas hujannya," kata Basuki pada 25 Februari 2020.
Pakar tata kelola air dari Universitas Indonesia Firdaus Ali mengatakan, sistem drainase yang buruk juga telah menyebabkan banjir di Ibu Kota pada 20 Februari 2021 akibat curah hujan tinggi.
"Itu terlihat ada sistem drainase kita yang tidak berfungsi dengan baik untuk mengantisipasi curah hujan yang relatif tinggi ini," kata Firdaus saat itu.
Baca juga: Pakar: Tingkatkan Kapasitas Drainase dan Normalisasi Sungai untuk Cegah Banjir di Jakarta
Menurut Firdaus, Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah kota-kota penyangga seharusnya mampu mencegah banjir dengan membenahi sistem drainase kota.
"Kita tidak bisa menolak hujan dan mengendalikan intensitasnya. Yang bisa dikelola apa? Kemampuan kita mengelola (sistem drainase) sehingga tidak menjadi bencana," ujar Firdaus.
Hal yang sama disampaikan pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna. Yayat mengatakan, banjir Jakarta pada Februari 2021 terjadi karena curah hujan ekstrem lantaran efek pemanasan global.
Menurut Yayat, dibutuhkan infrastruktur yang mampu menampung curah hujan ekstrem. Sebab, dalam beberapa tahun ke depan, curah hujan di Jakarta diprediksi tetap tinggi.
Baca juga: Melesetnya Target Anies-Riza soal Banjir Jakarta Surut dalam 6 Jam, Ada Wilayah Terendam 12 Jam...
Saat itu, Yayat mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk bersiap diri meningkatkan kapasitas drainase dan normalisasi sungai.
Yayat menjelaskan, jika pendekatan penanganan banjir hanya mengandalkan sumur resapan hingga pompa, upaya tersebut masih kurang untuk mencegah banjir, khususnya jika curah hujan lebih dari 100 milimeter per hari.