Budi memastikan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab.
"Ini kan semua yang di pemerintah pastilah bertanggung jawab. Saya pribadi sangat sedih dengan adanya kematian anak-anak, balita, pemerintah mesti tanggung jawab," ujar Budi saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).
Budi menyatakan, saat ini pemerintah sedang fokus bekerja untuk memastikan tidak ada lagi korban jiwa yang jatuh akibat gagal ginjal akut.
Baca juga: Cerita Warga Jauh-jauh Datang ke Planetarium untuk Lihat Gerhana Bulan Total, tapi Malah Kecewa...
Ia menepis jika pemerintah saling melempar tanggung jawab dalam kasus ini.
"Bukannya kami mau lempar-lemparan, enggak sama sekali. Saya pribadi tahu waktu saya masih isoman, 9 September. Saya tahu tuh saya isoman. Tanggal 10 September masih isoman kita sudah meeting. Dari 10 September kami ambil keputusan 18 September. Jadi 1 minggu," tutur Budi.
"Apa bisa lebih cepat? Ya mungkin bisa. Cuma di awal-awal kami terus terang tidak tahu itu penyebabnya apa. Kami sudah panggil semua profesor, ahlinya, kita enggak ketemu, baru 5 Oktober begitu WHO disclose kasus yang sama, baru kami tahu," imbuh dia.
Selanjutnya, Budi memaparkan pada 5-18 Oktober 2022, pemerintah mengecek terlebih dahulu apakah kasus yang terjadi itu sama dengan yang terjadi di Indonesia atau tidak.
Barulah, setelah dua minggu pemerintah mulai mengambil keputusan.
"Apa sekali lagi itu cepat atau lambat, menurut saya itu semampu kami, secepat kami bisa sudah dilakukan. Jadi 1 bulan 1 minggu sejak kami tahu, kami ambil keputusan. Dan 2 minggu setelah kami tahu pasti penyebabnya apa, kami ambil keputusan," kata Budi.
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sebelumnya juga meminta Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengusut dugaan pidana dalam produksi obat sirup dengan etilen glikol yang melebihi ambang batas tersebut.
Adapun etilen glikol melebihi batas itu menjadi salah satu penyebab penyakit gagal ginjal akut.
Kini, Polri bersama BPOM terus melakukan investigasi, tetapi belum ditemukan pihak atau oknum yang bertanggung jawab atas kejadian yang menewaskan ratusan anak tersebut.
Berdasarkan temuan BPOM, ada dua perusahaan yang memproduksi obat sirup dengan cemaran cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di luar ambang batas aman. Keduanya adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Sejumlah obat dari dua perusahaan itu juga telah ditarik dari peredaran dan keduanya diselidiki oleh pihak BPOM dan kepolisian.
Tak hanya dua perusahaan itu, polisi juga mengembangkan kasus tersebut dan menemukan adanya cemaran EG dan DEG di luar batas aman dari obat yang diproduksi oleh PT Afi Farma Pharmaceutical Industries.