Anies berujar, akses Jakwifi diharapkan tidak hanya dinikmati oleh pelajar, melainkan juga para warga yang memiliki usaha.
Baca juga: Kecepatan Internet Lemot padahal Telan Anggaran Besar, Program JakWIFI Diminta Dievaluasi
Akses internet saat ini mirip dengan penyediaan fasilitas listrik pada tahun 1970 dan 1980-an.
Akses internet saat ini, lanjut Anies, sangat dibutuhkan agar masyarakat terintegrasi. Selain itu, akses internet juga akan membuat warga lebih inklusif di bidang teknologi informasi.
Anies menargetkan, Jakwifi bisa diakses di seluruh wilayah Jakarta.
"Ini penyediaan fasilitas connectivity secara digital yang akan membantu bagi masyarakat untuk bisa ikut dalam kegiatan perekonomian, ikut dalam kegiatan pembelajaran. Jadi mereka inklusif di dalam digital technology," ucap Anies.
Baca juga: Dari TGUPP hingga Jalur Sepeda, Ini Warisan Anies yang Dihapus Heru Budi
Dalam kesempatan yang berbeda, Anies menegaskan kehadiran Jakwifi bukan hanya untuk pendidikan, tetapi juga bagian dari penyediaan infrastruktur kota dan perluasan akses internet untuk kebutuhan masyarakat yang melingkupi banyak sektor, dari pendidikan, ekonomi atau usaha, layanan pemerintah, dan komunikasi warga.
"Ketika terjadi pandemi ini, begitu banyak dari kita yang harus mengubah pola belajar, pola kerja. Sesuatu yang biasanya dikerjakan jarak dekat, sekarang serba dikerjakan jarak jauh," ucap Anies, 28 Agustus 2020.
Di kesempatan lain, Anies justru menyebut ada 6.267 akses poin Jakwifi. Akses tersebut tersebar di lima wilayah kota dan satu kabupaten di DKI Jakarta.
"Buat diketahui, hingga saat ini sudah ada 6.267 akses poin Jakwifi, tersedia di lima wilayah kota administrasi dan satu kabupaten di Kepulauan Seribu," kata Anies seperti dikutip dari laman pribadi Facebook-nya, 13 Desember 2020.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan bahwa komisinya sudah membuat rekomendasi agar program Jakwifi dievaluasi secara menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta.
Mujiyono mengatakan, pengadaan Jakwifi dengan anggaran Rp 6 juta per bulan per titik dengan kecepatan hanya 50 Mbps terlalu mahal.
"Rp 6 juta per bulan itu kemahalan," kata Mujiyono saat dihubungi melalui telepon, 30 April 2021.
Mujiyono juga menyebutkan, sering ada aduan masyarakat terkait Jakwifi yang tidak bisa digunakan karena lemot.
Internet lemot dengan biaya Rp 6 juta per bulan dinilai perlu dievaluasi secara komprehensif sehingga bisa ditemukan masalahnya.
Menurut Mujiyono, tarif wifiberlangganan saja tidak semahal anggaran yang dibutuhkan Jakwifi.
Untuk kecepatan yang sama, tarif wifi berlangganan hanya berkisar Rp 400.000-Rp 600.000.
"Komisi A meminta dilakukan evaluasi komprehensif dengan melibatkan BPKP Perwakilan DKI Jakarta," ucap Mujiyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.