Harus dipastikan pemindahan ibu kota tidak akan berdampak siginifikan terhadap ekonomi Jakarta, karena secara langsung atau tidak langsung akan memengaruhi perekonomian nasional.
Pertimbangan itu juga yang membuat Pemerintah tetap akan memberikan desentralisasi asimetris kepada kota ini.
Ketika sudah tidak menjalankan peran sebagai ibu kota, Jakarta akan fokus menjadi kota pusat perekonomian dan bisnis.
Jakarta tidak akan bersaing dengan IKN Nusantara, karena masing-masing memiliki fungsinya sendiri. Jakarta akan head to head dengan kota ekonomi global seperti New York, Shanghai, atau Singapura.
Dalam tulisannya di Opini Kompas (21/11), Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono sudah mengutarakan dalam konteks menjadikan Jakarta sebagai pusat bisnis dan kota global, akan terus melakukan upaya pengembangan dan terobosan baru di segala bidang. Satu hal yang saya garis bawahi: terobosan baru di segala bidang.
Mumpung pemerintah pusat sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang baru yang mengatur kekhususan Jakarta, maka segala kemungkinan bisa dijajaki untuk menjadikan Jakarta lebih baik.
Apa yang sudah berjalan selama ini, harus dievaluasi secara obyektif dan komprehensif. Menghapus atau mempertahankan posisi wali kota, misalnya, harus dilandasi argumen yang kuat tidak sekadar taken for granted.
Sebagai penutup, saya rasa ada baiknya kita menjadikan konsep dynamic governance sebagai referensi.
Neo dan Chen (2007) menjelaskan bahwa tiga hal yang harus dilakukan dalam pemerintahan dinamis adalah think ahead (berpikir ke depan), think again (mengkaji ulang), dan think across (belajar dari pengalaman negara/organisasi lain).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.