JAKARTA, KOMPAS.com - Jumat (9/12/2022) sore, rintik hujan tak menghentikan sebagian warga Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, menyerang petugas dengan batu dan petasan.
Barisan Polisi yang tengah menggerebek "kampung narkoba" tersebut diserang dengan lemparan batu dan letusan petasan dari warga yang kebanyakan terlibat penyalahgunaan narkoba.
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Utara Kompol Slamet Riyanto mengungkapkan, penyerangan ini mengakibatkan seorang polisi mengalami luka ringan di bagian pelipisnya.
"Dari anggota kami ada yang kena satu di pelipis, dari Polsek Tanjung Priok. Kemudian ada yang kena petasan, tapi hanya luka ringan saja," kata Slamet.
Bagi mayoritas masyarakat yang berdomisili di Kampung Bahari atau sekitarnya, drama penggerebekan Jumat sore itu sudah bukan menjadi hal yang mengejutkan.
Baca juga: Cikal-Bakal Kampung Bahari Jadi Sarang Narkoba, Berawal dari Tempat ABK Nyimeng
Pasalnya, penggerebekan kampung yang berlokasi persis di pinggir rel kereta api wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara, sudah terlalu sering terjadi.
Berdasarkan catatan Kompas.com sedikitnya tahun ini sudah enam kali polisi melakukan penggerebekan kasus penyalahgunaan narkoba berskala besar di Kampung Bahari.
Penggerebekan yang diceritakan di atas terjadi tidak jauh usai Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, saat menggerebek Kampung Bahari pada Rabu (30/11/2022). Dari penggerebekan ini poli menyita 116,97 gram sabu dan menangkap enam orang tersangka.
Penggerebekan yang melibatkan ratusan aparat dilalui dengan perlawanan warga dan letusan petasan juga terjadi saat aparat Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Utara menggerebek Kampung Bahari pada 9 Maret 2022.
Saat itu, polisi menangkap 26 orang serta menyita 350 gram sabu, 1.500 butir ekstasi, dan uang tunai jutaan rupiah.
Baca juga: Rasanya Jadi Warga Kampung Bahari yang Ikut Kena Stigma Kampung Narkoba...
Sulitnya memberantas peredaran narkoba di Kampung Bahari terjadi lantaran sebagian warga menjadikan barang haram itu sebagai mata pencarian.
Padahal, Kampung Bahari sudah berulang kali dikunjungi pemangku kepentingan pemberantasan narkoba, di antaranya Badan Narkotika Nasional (BNN). Namun, program pemberdayaan itu tak ada satu pun yang berhasil.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, menyebutkan, faktor ekonomi menjadi penyebab peredaran narkotika di Kampung Bahari tak pernah berhenti.
"Dari kacamata sosiologi, kemiskinan merupakan akar permasalahan tersebut. Di Kampung Bahari itu sudah mendarah daging semua orang terlibat, dan itu menjadikan narkotika sebagai satu bisnis, ladang ekonomi," kata Rakhmat.
Baca juga: Kamera CCTV, Senjata Warga Kampung Bahari untuk Pantau Kehadiran Polisi
Hal itu membuat pendekatan keamanan yang kerap dilakukan oleh pemerintah tidak membuat para pengedar berhenti meski dilakukan penggerebekan berulang kali.
Selama ini, lanjut Rakhmat, untuk menangani peredaran narkoba, polisi ikut turun tangan, menggerebek, menangkap pelaku, menjalani proses hukum, kemudian dianggap selesai oleh negara.
Padahal, permasalahan ini tidak sesederhana itu dan bukan sekadar penangkapan hingga proses hukum, melainkan harus menyentuh akar masalahnya, yaitu kemiskinan.
Kisah Kampung Bahari seolah mengulang cerita kelam Kampung Ambon yang juga sempat dikenal sebagai sarang narkoba.
Dikutip dari harian Kompas, permukiman di kawasan RW 007, Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat, yang disebut sebagai Kampung Ambon itu mulai tumbuh menjadi pasar gelap ganja tahun 1999-2008.
Baca juga: Sosiolog: Butuh Pendekatan Non Keamanan untuk Berantas Narkoba di Kampung Bahari
Sempat diporak-porandakan oleh Satuan Brimob Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat, pada 2008, para bandar malah mengalihkan bisnis mereka ke sabu-sabu.
Tiga bandar paling fenomenal di sana adalah Donald Pattriwael alias Getet (bandar ganja pertama dan terbesar) alias Pablo (merujuk pada nama bandar narkoba Kolombia, Pablo Escobar), Michael Glenn Manuputy (bandar sabu pertama) alias Bozzo, dan Manuel Yunus alias Ison (bandar sabu terakhir).
Sepanjang periode Mei 2012 sampai Maret 2013 menjadi masa Polres Metro Jakbar menabuh genderang perang besar di Kampung Ambon. Para bandar besar disikat oleh kepolisian.
Setelah membebaskan Kompleks Permata dari para bandar besar, Polres Metro Jakbar mengambil inisiatif merangkul semua pemangku kepentingan, memulihkan kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar warga yang telanjur menggantungkan hidup dari narkoba.
Baca juga: Polisi Kembali Obrak-abrik Kampung Bahari, Tangkap Pengguna yang Sedang Asik Nyabu
Satu-dua kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon masih kerap ditemukan, tapi sudah tidak semasif periode 2008 hingga 2012.
Jika dengan pemulihan kondisi sosial-ekonomi kasus penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon bisa ditekan, mungkin hal serupa juga perlu diterapkan di Kampung Bahari.
(Kompas.com: Zintan Prihatini | Kompas: Mukhamad Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.