Usai insiden truk pertamina, terdapat peristiwa lain di wilayah Bekasi yang juga memakan banyak korban.
Sebuah truk kontainer menabrak halte dan tiang telekomunikasi di depan Sekolah Dasar Negeri Kota Baru II dan III di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Kota Baru, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Rabu, 31 Agustus.
Kecelakaan maut itu terjadi tepat di depan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kota Baru II dan III menimbulkan banyak 30 korban, 10 di antaranya meninggal dunia.
Tercatat, ada 4 anak SD yang nyawanya terenggut dalam insiden tersebut. Anak-anak SD itu tewas di tempat hendak menunggu dijemput pulang.
Baca juga: Truk Tabrak Halte Depan SDN Kota Baru Bekasi, 7 Anak Sekolah Meninggal Dunia, 20 Lainnya Terluka
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkapkan kronologi kecelakaan maut truk di Bekasi yang menyebabkan 10 orang tewas dan 20 lainnya luka-luka.
Latif mengatakan, truk itu awalnya hilang kendali hingga masuk ke bahu jalan dan menabrak halte.
"(Awalnya) menabrak halte dan orang yang sedang menunggu di halte," kata Latif.
Saat itu, halte di depan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kota Baru II dan III tersebut sedang dipenuhi oleh anak yang sedang menunggu jemputan sepulang sekolah.
"Ya memang kebanyakan anak sekolah, karena ini halte SD, lagi berkumpul di halte, tiba-tiba ada kontainer yang nyelonong ke bahu jalan," kata Latif.
Selanjutnya, kata Latif, truk itu masih terus melaju hingga menabrak tiang tower komunikasi.
Tiang itu pun roboh dan menimpa sejumlah kendaraan lain. Ia menyebutkan, ada 30 orang yang menjadi korban kecelakaan tersebut, 10 di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Baca juga: Halaman Depan SDN Kota Baru Dipenuhi Karangan Bunga untuk Siswa Korban Kecelakaan Maut Truk
Berdasarkan hasil investigasi KNKT, ada muatan berlebih yang menyebabkan truk tersebut mengalami insiden kecelakaan.
"Lebih daya dua kali dari daya angkutnya. Muatannya besi beton 55 ton, pengemudi cuma bilang disuruh bawa trailer baru," tutur Investigator Senior KNKT Ahmad Wildan kepada Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Hal itu, kata Wildan, terungkap saat KNKT mewawancarai pegemudi truk. Menurut Wildan, pengemudi hari itu membawa kendaraan yang berbeda dengan ia bawa sewaktu berangkat.
"Jadi dia tidak begitu aware (sadar) dengan muatannya," tutur Wildan.
Berdasarkan data yang ia himpun, Wildan berujar daya motor kendaraan itu tercatat 191 kilowatt. Untuk menghitung muatannya, daya motor dibagi dengan 5,5. Artinya muatan keseluruhan maksimal hanya boleh 34,72 ton.
Sementara, berdasarkan struk timbangan yang ditemukan dalam truk tersebut, kendaraan berat keseluruhan tercatat 70,56 ton. Artinya ada kelebihan muatan hingga 103,22 persen atau lebih dari dua kali lipat.
"Ini sudah jauh melampaui dari kemampuan mesin," tutur Wildan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, untuk kendaraan ganda besarnya daya motor dibagi 5,5 untuk menunjukkan berat jumlah yang diperbolehkan. Berat tersebut mencakup berat kendaraan ditambah dengan berat muatan.
Pada saat kejadian, kata Wildan, truk tersebut berada pada posisi gigi 7 dengan muatan yang kelebihan berat.
Menurut Wildan, hal ini membuat sistem rem tidak akan mampu mengakomodasi energi kinetik yang dihasilkan dan berujung pada kegagalan pengereman.
"Ini bukan rem blong, namun gaya pengereman yang dihasilkan oleh kendaraan tidak mampu mengakomodasi energi kinetik kendaraan," tutur Wildan.