Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Iklan "Surat Sakit" di KRL Tuai Kontroversi, KAI Minta Maaf dan Minta Iklan Diganti

Kompas.com - 27/12/2022, 08:42 WIB
Reza Agustian,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah iklan dari yang terpampang di gerbong kereta rel listrik (KRL) commuterline menuai kontroversi. 

Sebab, iklan itu menawarkan jasa pembuatan surat keterangan sakit secara online, yang prosesnya dijanjikan selesai dalam waktu 15 menit saja dengan cara mengakses situs SuratSakit.com

Iklan itu menjadi perbincangan di media sosial twitter usai diunggah seorang dokter melalui akun @sdenta.

"Iklan KRL pagi ini, full branding tawaran untuk dapet surat sakit secara online. Huehuehue. Berani bener dokter2 yg mau bermitra di sini," kicau akun tersebut.

Baca juga: Viral, Foto Iklan Surat Sakit Online 15 Menit Langsung Jadi, Kok Bisa?

Pelanggaran

Usai viral di medsos, iklan itu pun mendapat tanggapan dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).

Organisasi yang menaungi seluruh dokter di Indonesia itu menegaskan, jasa pembuatan surat sakit secara online tidak dapat dibenarkan karena tidak melalui prosedur yang seharusnya.

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI Beni Satria mengingatkan, surat keterangan sakit baru bisa dikeluarkan setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan.

"Hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Apalagi dilakukan secara online tanpa melalui rangkaian pemeriksaan sebagaimana disebut dalam pasal 35 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran," kata Beni saat dihubungi, Sabtu (24/12/2022).

Baca juga: PB IDI: Jasa Surat Keterangan Sakit Online Tidak Dibenarkan, Dokter yang Menerbitkan Bisa Dipidana

Ia menuturkan, dokter yang mengeluarkan surat keterangan sakit tanpa melakukan pemeriksaan terhadap pasien secara langsung dapat dituduh membuat surat keterangan palsu.

Dokter yang terlibat praktik tersebut dapat dikenakan sanksi etik, disiplin, dan pidana.

Pasal 267 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur bahwa dokter yang membuat surat keterangan palsu tentang ada tidaknya penyakit-penyakit, kelemahan atau cacat, dapat dijatuhi hukuman penjara paling tinggi 4 tahun.

"Yang dihukum menurut penjelasan pasal di atas adalah tidak saja memalsukan surat (pemilik akun, penjual, atau oknum dokter), tetapi juga orang yang sengaja mempergunakan surat palsu (pembeli, pasien)," kata Beni.

KAI Commuter Minta Maaf dan Minta Iklan Diganti

Belakangan, KAI Commuter pun angkat bicara soal iklan di gerbongnya yang menuai kontroversi itu.

Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengaku telah berkoordinasi dengan PT Cepat Sehat Indonesia selaku perusahaan yang memasang iklan tersebut di KRL.

"KAI Commuter telah berkoordinasi dengan pihak brand suratsakit.com dan sehatcepat.com milik PT Cepat Sehat Indonesia, dan telah mendapatkan penjelasan bahwasanya untuk mendapatkan surat sakit online tersebut terdapat beberapa prosedur yang harus dilalui oleh yang mengajukan," kata Anne dalam keterangannya, Senin (26/12/2022).

Baca juga: Twit Viral soal Iklan Surat Sakit Online di KRL, Ini Penjelasan KAI Commuter

Namun, Anne tidak menjelaskan prosedur yang dimaksud.

"Apabila semua prosedur telah dilalui dan dinyatakan sesuai, maka surat sakit online tersebut baru dikeluarkan oleh dokter resmi dari manajemen PT Cepat Sehat Indonesia," ungkap dia.

Kendati demikian, Anne tetap mengapresiasi pengunggah twit tersebut karena masih peduli terhadap pelayanan fasilitas kesehatan yang sesuai peraturan dan kode etik profesi.

"Bahwasanya kami melihat ini sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama pengguna commuterline. Sebagai transportasi publik tentunya KAI Commuter akan memberikan pelayanan terbaik," ucapnya.

KAI Commuter pun meminta manajemen PT Cepat Sehat Indonesia segera mengganti konten iklan yang telah viral itu dengan konten yang baru.

Permintaan tersebut disampaikan untuk mencegah polemik berkepanjangan setelah iklan tersebut viral dan menjadi perbincangan warganet.

"KAI Commuter akan memberikan waktu kepada manajemen PT Cepat Sehat Indonesia agar mengganti materi atau konten iklan yang saat ini terpasang dengan materi atau konten baru yang lebih edukatif," ujar Anne.

Baca juga: KAI Commuter Minta Maaf Soal Iklan Surat Sakit Online di KRL

KAI Commuter pun turut meminta maaf kepada pengguna KRL atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan setelah adanya iklan yang membuat heboh jagat maya itu.

"Semoga ke depannya KAI Commuter dan mitra yang bekerja sama untuk promosi di commuterline, khususnya iklan, tidak hanya kreatif, namun juga edukatif," tutur dia.

Penjelasan suratsakit.com

PT Cepat Sehat Indonesia selaku induk perusahaan SuratSakit.com belakangan buka suara.

CEO PT Cepat Sehat Indonesia, Eka S Oktalianto menjelaskan, surat sakit dari situs SuratSakit.com merupakan bagian dari layanan telemedisin atau diagnosis jarak jauh melalui teknologi komunikasi.

Dia mengatakan, durasi 15 menit pada iklan adalah rata-rata dari layanan surat keterangan sakit. Kendati demikian, permintaan surat sakit online tidak semudah dan secepat yang dibayangkan.

"Di mana pertama user (pengguna) harus memilih gejala yang dialami," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/12/2022).

Baca juga: KAI Commuter Minta Pengiklan Ganti Konten Buntut Twit Viral Iklan Surat Sakit Online di KRL

Selanjutnya, mereka akan diarahkan untuk mengisi kuesioner sebagai proses asesmen untuk mendapatkan data atau informasi.

Kemudian, lanjut dia, pengguna akan diarahkan untuk membayar, sebelum akhirnya meminta persetujuan dari dokter.

"Sebelum meminta approval dokter, itu kami mintakan dulu kartu identitas user, baik KTP, SIM, atau kartu identitas resmi lain," terang Eka.

Menurut dia, permintaan kartu identitas bertujuan untuk memastikan pengguna benar-benar ada dan sesuai dengan identitas resminya.

Apabila ternyata pengguna tak bisa melakukan klarifikasi identitas, Eka mengatakan bahwa pihaknya akan menolak permintaan surat sakit dan mengembalikan biaya.

"Setelah semua selesai verifikasi, baru kita minta approval dokter, dokter akan bisa review," tutur dia.

Menurut Eka, dokter melakukan tiga hal terhadap permintaan pengguna.

Pertama, dokter dapat menolak permintaan surat keterangan sakit apabila merasa gejala terlalu ringan.

Kedua, dokter dapat mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pengguna melalui fitur percakapan.

"Jadi kalau pertanyaan asesmen kami kurang jelas, dokter akan chat lagi untuk menambah informasi," lanjut dia.

Terakhir, dokter dapat menyetujui permintaan surat keterangan sakit dengan syarat.

Misalnya, memberikan keterangan beristirahat selama satu hari, meski permintaan pengguna selama tiga hari.

"Intinya, kami menyerahkan 100 persen ke dokter yang memang punya kompetensi. Pada akhirnya kami hanya media. Kami tidak boleh membuat itu otomatis karena menyalahi etika medis dan peraturan kesehatan," ucap Eka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com