JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Nantinya, PP tersebut akan mengatur penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada produk tembakau, serta larangan penjualan rokok batangan/ketengan.
Presiden Joko Widodo menyatakan, larangan jual rokok ketengan dimaksudkan untuk menjaga kesehatan masyarakat.
"Ya itu kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya," ujar Jokowi dalam keterangan pers di Subang, Selasa (27/12/2022).
Baca juga: Pemerintah Bakal Larang Jual Rokok Ketengan, Kemenkes: Untuk Tekan Perokok Usia 10-18 Tahun
Menanggapi rencana tersebut, pemilik warung bernama Tanti mengatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang tidak selalu bergantung pada status mereka sebagai perokok atau bukan.
Menurut Tanti, ada kemungkinan perokok dan bukan perokok tidak benar-benar sehat 100 persen.
"Enggak mungkin sehat selalu. Ngurangin jumlah perokok enggak tahu ya, lagian masih bisa beli bungkusan, bukan ketengan," tuturnya di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (30/12/2022).
Sementara itu, Tigor (39) selaku perokok aktif mengatakan, rencana larangan penjualan rokok ketengan tidak terlalu memengaruhi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Dilarang Jual Rokok Ketengan, Pedagang: Masa Orang Tak Punya Uang Dipaksa Beli Sebungkus
Sebab, orang-orang masih bisa merokok meski harus membeli sebungkus utuh.
"Dijual bungkusan tetap buka peluang buat perokok untuk tetap merokok," ujarnya.
Sebaliknya, seorang pemuda bernama Andhika (17) mengatakan bahwa rencana yang digaungkan Jokowi dapat membantu menjaga kesehatan masyarakat.
Ia berujar, sebatang rokok bisa merusak paru-paru.
Meski rencana pemerintah dirasa efektif untuk menjaga kesehatan masyarakat, Andhika tidak menampik bahwa kesehatan masyarakat tetap bisa dipengaruhi oleh pembelian rokok bungkusan.
Baca juga: Larangan Jual Rokok Ketengan Diyakini Turunkan Angka Perokok Remaja
"Efektif karena kalau harus beli rokok sebungkus mahal, tapi kalau yang ngerokoknya kuat (bisa beli sebungkus)," kata Andhika.
Bikin rugi pedagang dan perokok
Tigor melanjutkan, pelarangan penjualan rokok ketengan tidak hanya membuat rugi perokok, tetapi juga pedagang.
Dari sisi perokok, misalnya, tidak semua orang memiliki pendapatan tetap, termasuk dirinya yang bekerja sebagai ojek daring.
"Keberatan dan enggak setuju. Kita belum ada penghasilan tetap, cuma ojek online yang kadang pesanannya bagus, kadang juga enggak," ujarnya.
Lebih lanjut, untuk membeli sebungkus rokok, Tigor harus mengambil setidaknya tiga pesanan.
Baca juga: Wapres Sebut Rokok Batangan Banyak Dibeli Anak-anak
Hal serupa juga dituturkan Heri (41). Menurut dia, larangan untuk menjual rokok ketengan terasa merugikan perokok aktif seperti dirinya.
"Karena yang tadinya bisa irit, jadi enggak irit. Sehari memang bisa beli sebungkus, tapi untuk apa kalau bisa beli hanya 3-6 batang? Harganya lebih murah," katanya.
Untuk sisi pedagang, lanjut Tigor, pedagang kaki lima dan penjual kopi keliling lebih sering menawarkan rokok ketengan alih-alih rokok bungkusan.
"Penjual ada penurunan pendapatan, sudah pasti. Soalnya lebih untung gede kalau jual ketengan," ucap Tigor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.