TULISAN ini ingin saya awali dengan ajakan kepada semua pihak untuk bersama-sama menyadari kegagalan kita dalam menjaga anak-anak seperti Malika.
Andai kita—termasuk saya—lebih hirau dan lebih bernyali untuk bertanya, sangat mungkin Malika tidak harus menderita dalam malam-malam mencekam selama puluhan hari terpisah dari ayah bunda, menggelandang bersama orang asing yang menjahatinya.
Hanya satu pertanyaan yang saat itu berpotensi menyelamatkan Malika, “Kamu siapanya Malika?”, yang kita ajukan dengan perasaan sangsi ke pemulung yang menculik Malika itu.
Keengganan, kemalasan, bahkan ketidakacuhan kita untuk bertanya itu terjelaskan oleh Teori Efek Orang Lalu-Lalang (Bystander Effect Theory).
Teori ini sesungguhnya menyajikan potret mengerikan tentang keseharian kita. Bahwa, kejahatan justru mudah terjadi di lingkungan yang ramai.
Semakin ramai orang berada di titik tertentu, semakin kencang pula bola tanggung jawab itu terpantul kesana kemari.
Konkretnya, orang satu sama lain tidak saling peduli, tidak ada hasrat untuk membantu, karena seolah yakin bahwa orang lain di tempat itu akan memberikan kepedulian dan pertolongan.
Hasilnya, saat semua kepala saat itu memiliki pemikiran yang sama, maka praktis sesungguhnya tidak akan ada satu orang pun yang berinisiatif memikul tanggung jawab untuk menjadi penolong. Semua orang seolah abai, berlepas tangan.
Jadi, seberapa relevankan sesungguhnya hari ini kita masih memberikan wejangan ‘Nak, hindari tempat sepi’?
Entah sudah berapa kali saya kemukakan hal ini. Begitu seringnya, boleh jadi kini dianggap klise, yaitu memang dibutuhkan orang sekampung untuk menjaga anak-anak.
Orang sekampung itu yang perlu dihimpun dalam satgas perlindungan anak tingkat rukun tetangga.
Satgas tersebut bertugas untuk menumbuhkan keguyuban antarwarga yang dibutuhkan untuk mengenal seluruh anak dan sanak keluarga mereka di RT yang bersangkutan.
Dengan keguyuban semacam demikian, dibangun tembok imajiner bahwa anak-anak hanya boleh bermain di dalam lingkungan RT tersebut.
Begitu ada orang asing yang masuk ke lingkungan itu, dan mencoba menggandeng anak yang merupakan bagian dari RT tersebut, warga akan tergerak untuk bertanya pada sang anak dan sosok penggandengnya.
Begitu pula ketika dijumpai anak yang bermain di luar wilayah RT-nya, warga akan mengingatkan sang anak (dan orangtuanya) agar secepatnya segera kembali ke zona RT-nya. Demikian gambaran sederhananya.