Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen Meikarta Digugat Rp 56 Miliar usai Tuntut Haknya, YLKI: Pengembang Tidak Tahan Kritik

Kompas.com - 25/01/2023, 17:34 WIB
Annisa Ramadani Siregar,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Larsi, menyesalkan langkah pengembang Meikarta yang menggugat konsumennya ke pengadilan. 

Sebanyak 18 konsumen Meikarta yang tergabung dalam Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) digugat Rp 56 miliar oleh pengembang proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).

Gugatan dilayangkan setelah para konsumen menuntut haknya berupa unit apartemen yang dijanjikan pengembang rampung pada 2019. 

Larsi mengatakan, gugatan yang dilakukan PT MSU itu sama saja dengan membelenggu suara konsumen.

"Kalau menggugat konsumen sebenarnya konsumen itu kan dilindungi akan hak dasarnya untuk didengar keluhannya," ujar Larsi saat dihubungi, Rabu (25/1/2023).

"Artinya (pengembang) tidak bisa tidak tahan kritik. Kritik ini kan untuk kebaikan ke depannya, suatu perusahaan tanpa konsumen mereka juga tidak akan hidup," sambungnya.

Baca juga: Konsumen Meikarta Digugat Pengembang, Kuasa Hukum: Lucu Saja, Dasarnya Menggugat Rp 56 Miliar Itu Apa?

Larsi menilai, seharusnya PT MSU mendengarkan terlebih dahulu keluhan konsumennya, bukan malah langsung menanggapi tuntutan konsumen dengan menggugat ke pengadilan.

"Jadi tidak bisa diberangus dengan cara digugat balik, gugat balik itu kan artinya suara konsumen itu dibelenggu, dikebiri oleh perusahaan yang tidak siap untuk maju (mendengarkan keluhan)," jelas Larsi.

Larsi menyayangkan tindakan yang diambil pengelola Meikarta dalam menanggapi keluhan konsumennya.

Padahal menurut dia, seharusnya permasalahan itu bisa diselesaikan langsung antar kedua belah pihak.

Baca juga: Selain Digugat Pengembang, Konsumen Meikarta Disebut Pernah Disomasi dan Dilarang Demo

Larsi pun lantas mempertanyakan apa maksud dan tujuan dari PT MSU melayangkan gugatan tersebut.

Ia menduga, langkah itu dilakukan MSU sebagai upaya untuk membungkam konsumen.

Gugatan itu dinilai sebagai bentuk bahwa komunikasi antara pengembang dan konsumen sudah tidak bisa dilakukan lagi.

MSU dinilai lebih memilih menyerahkan permasalahan itu ke meja hijau atau pengadilan.

"Justru harusnya saat konsumen mengadu itu harusnya dikasih reward. Karena tidak semua konsumen berani melakukan pengaduan, habbit mengadu konsumen itu sangat rendah," kata Lasri.

"Karena mengadu ini kan untuk evaluasi juga buat pelaku usaha, apakah pelayanan apakah produknya diterima para konsumennya. Tanpa konsumennya mereka juga tidak ada apa-apanya," lanjut dia.

Baca juga: Konsumen Meikarta Digugat Pengembang, Kuasa Hukum: Nama Baik Mana yang Dicemarkan? Yang Ingkar Janji Siapa?

Sebagai informasi, PT MSU merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang TBK.

Perusahaan itu menggugat 18 orang konsumen Meikarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan alasan pencemaran nama baik yang dinilai merugikan perusahaan.

Sidang perdana atas perkara ini pada awalnya dijadwalkan akan dilaksanakan pada Selasa (24/1/2023) sekitar pukul 09.30 WIB.

Akan tetapi, sidang perdana kasus ini akhirnya ditunda hingga dua pekan mendatang, yakni Selasa (7/2/2023).

Adapun gugatan ini bermula saat Ketua PKPKM Aep Mulyana dan 17 konsumen lainnya pada Desember 2022 menuntut pengembalian dana atas kerugian yang mereka alami.

Penuntutan itu dilakukan karena Aep dan konsumen proyek Meikarta tak kunjung mendapatkan unit apartemen yang dijanjikan akan serah terima tahun 2019.

Atas tindakan yang dilakukan oleh Aep dan rekan-rekannya itu, justru PT MSU melayangkan gugatan ke pengadilan.

Baca juga: Komisi VI DPR Panggil Pengembang Apartemen Meikarta Siang Ini

Dalam gugatannya, PT MSU meminta majelis hakim menyita jaminan atau segala harta kekayaan Aep dan rekan-rekannya, yang digunakan dalam perjanjian jual beli properti di proyek Meikarta ini.

Aep dan 17 orang lainnya juga diminta menghentikan dan tidak mengulangi segala tindakan, aksi, serta pernyataan-pernyataan yang memfitnah dan merusak reputasi dan nama baik penggugat.

Poin berikutnya yakni menyatakan bahwa Aep dan 17 orang tergugat bersalah dalam perkara ini dan harus membayar kerugian materiil dengan total Rp 56 miliar.

Tergugat juga diminta untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka di tiga harian koran nasional sebesar setengah halaman, yaitu di harian Kompas, Bisnis Indonesia, dan Suara Pembaruan.

"Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Atau jika majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," dikutip Kompas.com dari isi gugatan di situs web PN Jakarta Barat, Selasa (24/1/2023).

Pihak PT MSU juga meminta majelis hakim dapat mengesahkan sita jaminan itu, meski nantinya para tergugat, yakni Aep dan rekan-rekannya, melakukan upaya banding ataupun kasasi selama proses penegakan hukum berlangsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan 'Open BO'

Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan "Open BO"

Megapolitan
Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Megapolitan
Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Megapolitan
Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Megapolitan
Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Megapolitan
Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com