Akan tetapi, kenaikan harga beras dinilai tidak terlalu memengaruhi biaya operasional warteg karena tidak naik signifikan.
Hingga saat ini, Jalaludin masih mempertahankan harga dan porsi nasi seperti biasa.
Baca juga: Harga Beras Melonjak, Pengelola Warteg: Mending Turunin Porsi Nasi daripada Naikkan Harga Lauk
Party mengatakan, harga beras sempat berada pada kisaran Rp 8.000-Rp 8.500 per kilogram.
Pada saat itu, keuntungan per harinya berada pada kisaran Rp 300.000.
"Tapi sekarang Rp 100.000-an sejak harga (beras) naik jadi Rp 10.000-an. Biasanya (dapat untung) Rp 300.000-an, sekarang kelebihannya (untung) cuma Rp 100.000-an," ujar Party.
Ketika harga bahan pangan termasuk beras sempat naik saat lebaran beberapa waktu lalu, ia pernah mencoba menaikkan harga lauk.
"Saya udah pernah coba naikin harga lauk setelah Lebaran dulu. Naik Rp 2.000 aja itu nasi rames dan telur, biasanya Rp 10.000," kata Party.
Baca juga: Beras Mahal, Pengusaha Warteg di Duren Sawit Berencana Kurangi Porsi Nasi
"Saya enggak kuat karena seminggu harga naik, warung nasi malah sepi," imbuh dia.
Sejak saat itu, Party akhirnya berkomitmen untuk tidak pernah mengurangi porsi nasi atau menaikkan harga lauk.
Meski keuntungannya menipis, Party tetap berjuang agar warung nasinya tidak pernah sepi pelanggan.
"Langganan saya malah hilang seminggu (saat harga lauk dinaikkan), akhirnya balik ke harga semula," tutur Party.
"Walaupun harganya murah, kalau yang beli banyak, kita dapat untung. Kalau naikin harga terus enggak ada yang beli, cuma dapet capek aja," imbuh dia.
Baca juga: Harga Beras Naik, Pengusaha Warteg di Kebon Kacang Pertahankan Seporsi Nasi Rp 5.000
Party menuturkan, ia ingin agar harga bahan-bahan pokok termasuk beras menurun.
Sebab, nominal saat ini dirasa memberatkan karena harga beras yang didapatnya hampir mencapai Rp 12.000 per kilogram.
"Kalau sekarung 50 kilogram, harganya kena Rp 570.000. Saya kalau beli beras karungan, beli dua karung. Tinggal dibagi aja Rp 570.000 sama 50, per kilogram bisa Rp 12.000-an," ucap dia.