Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Tragedi dan Ironi dari Kasus Mario Dandy Satrio

Kompas.com - 25/02/2023, 07:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TRAGEDI. Nama Mario Dandy Satrio (20 tahun) mendadak tenar. Bukan karena keberhasilan, sayangnya. Serentet tragedi menjadi catatan merah tebal dari kasus yang bikin Mario tenar ini. Ada juga ironi di sini.

Mario menjadi tenar karena menganiaya D (17), Senin (20/2/2022). Hingga tulisan ini tayang, D masih belum bangun dari kondisi koma.

Tragedi pertama dari kasus ini adalah sebab penganiayaan. Urusan perempuan dan soal permantanan yang belum usai.

Pacar Mario, A, mengadu soal D kepada Mario. A adalah mantan pacar D. Polisi masih mendalami aduan macam apa yang sebenarnya disampaikan A, untuk memastikan motif dari tragedi ini. 

Baca juga: Polisi Periksa Ulang Pacar Mario Dandy untuk Dalami Motif Penganiayaan

Tragedi kedua, A masihlah bocah SMA. 15 tahun. Di bawah umur, secara hukum. Namun, pengguna media sosial menyoroti tingkahnya seusai Mario menganiaya D yang sempat dia unggah ke fitur story Instagram.

Tragedi ketiga, David yang masih koma hingga tulisan ini diketik, juga masih di bawah umur. Adapun Mario berstatus mahasiswa saat melakukan penganiayaan, secara hukum sudah berusia dewasa pula.

Baca juga: 5 Dosa Teman Mario saat Aniaya Anak Pengurus GP Ansor: Memanas-manasi hingga Merekam Aksi Penganiayaan

Ironi

Ironi pertama dari tragedi ini, para pelaku adalah anak-anak mapan dengan pendidikan di tempat-tempat ternama. Tak hanya kasusnya yang bikin prihatin, di kepala kita harus muncul pula pertanyaan tentang korelasi pendidikan berkelas dan kelakuan.

Jadi ironi karena, sungguh, sekolah—apalagi di tempat berkelas—adalah kemewahan di negeri +62. Sensus sosial dan ekonomi yang secara berkala dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) berkali-kali menegaskan itu.

Pendidikan berkelas ini lalu memutar balik ke latar belakang Mario. Dia anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Ayahnya masih aktif jadi pejabat saat penganiayaan itu terjadi. 

Dua hal ini kemudian menyertai kotak pandora yang terbuka. Mobil yang dikendarai Mario, Jeep Rubicon, ternyata memakai pelat palsu. Dalihnya, menghindari tilang elektronik. Pajak kendaraan bermotor mobil itu belum dibayar.

Baca juga: Sekian Pajak Jeep Rubicon Anak Pejabat DJP yang Belum Dibayar

Meski pajak kendaraan bermotor masuk kategori pajak daerah yang bukan ranah kerja bapaknya di DJP Kementerian Keuangan, sontak ironi tetap menguar dari sini.

Mau kantong kanan atau kantong kiri, untuk menggambarkan pajak daerah dan pajak nasional yang jadi ranah tugas si bapak, dua-duanya terkait dengan upaya negara yang terus menggaungkan dorongan dan penindakan terkait kepatuhan pajak.

Wajar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun angkat suara soal kasus ini. Gaya hidup mewah dan kelakuan jajaran DJP beserta keluarga mereka langsung kena semprot.

Baca juga: Kecam Penganiayaan oleh Anak Pejabat Ditjen Pajak, Sri Mulyani: Jangan Sampai Satu Tinta Merusak Susu Sebelanga

Tidak tanggung-tanggung, Sri Mulyani tancap gas mengulik sosok bapak Mario, Rafael Alun Trisambodo. Sesegera itu terungkap kekayaan Rafael yang setara menteri, yang itu juga tak semuanya terlaporkan dalam berkas Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Dalam hitungan hari, Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya. Puncaknya, Rafael mengundurkan diri dari status sebagai aparatur sipil negara (ASN). 

Baca juga: [POPULER MONEY] Imbas Ulah Anaknya, Harta Jumbo Pejabat Pajak Rafael Trisambodo Disorot | Sri Mulyani Copot Rafael Trisambodo dari Jabatannya

Ujaran filosofi Jawa memberi gambaran telak atas kejadian ini, "Anak polah, bapa kepradah". Artinya kurang lebih, anak bertingkah maka bapaknya yang kena getah, anak berkelakuan buruk maka ayahnya yang dapat hukuman.

Meskipun, Mario juga kena tulah atas perbuatannya sendiri. Jerat hukum pidana mulai bekerja padanya. Lalu, kampus tempatnya kuliah pun mengeluarkannya.

Baca juga: Saat Mario Dikeluarkan dari Kampus dan Jabatan Ayahnya Dicopot Imbas Penganiayaan terhadap Anak Pengurus GP Ansor

Adapun A, karena statusnya di bawah umur dalam kaca mata hukum, masih terlindungi oleh UU Perlindungan Anak. Tetap saja, tragedi dan ironi di seputar dirinya harus jadi pelajaran bersama untuk kita semua.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com