Reaksi emosional termasuk di dalamnya adalah empati yang kurang, ketakutan akan disalahkan, dan mungkin saja ada rasa terbangkitkan dengan menganggap kejadian bullying atau kekerasan tersebut sesuatu yang seru.
Hal lain yang juga menjadi tema dari bystander adalah evaluasi sosial. Banyak pertimbangan sosial yang membuat seorang bystander hanya berdiam diri mengamati saja.
Misal, informasi yang diketahui mengenai korban, bystander dapat berdiam diri juga bila korban bukanlah teman yang terlibat secara emosional.
Hal lainnya adalah bystander dapat saja mengevaluasi tingkat sosial dari korban yang dianggapnya lebih rendah.
Bystander dari kejadian bullying atau kekerasan juga memiliki evaluasi moral yang lebih mengarah kepada sikap yang positif terhadap adanya tindak kekerasan.
Bystander tidak merasa perlu bertanggung jawab dengan keadaan korban atau malahan ikut menyalahkan korban sehingga menganggap korban pantas diperlakukan seperti demikian.
Hal yang juga dapat menghambat bystander dalam menolong korban adalah penilaian diri sendiri dari individu bystander tersebut.
Bila adanya penilaian terhadap diri sendiri sebagai diri yang tidak berdaya, diri yang lemah dan takut, ketidak beranian ini yang menghambat bystander dalam bertindak.
Fenomena di masa kini yang hampir semua orang menggunakan ponsel pintar untuk mengambil foto atau video juga menjadi salah satu fitur dari bystander.
Adanya fenomena pengamat seluler (mobile bystander) yang menggunakan ponsel pintar mereka untuk memfilmkan atau mengambil foto di lokasi kejadian seperti kecelakaan, dan bukannya menawarkan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan.
Fenomena mobile bystander ini dapat menimbulkan banyak komentar. Banyak yang mengatakan tidak bermoralnya orang yang melakukan hal tersebut, berdiam diri dan tidak memberikan bantuan secara langsung kepada orang yang sedang kesusahan.
Banyak motif yang dimiliki oleh mobile bystander. Faklaris dkk (2020) yang melakukan penelitian kualitatif pada mobile bystanders mengungkapkan banyak dari mereka yang tidak sepenuhnya menyadari apakah gambar atau tulisan (captions/text) yang mereka siarkan secara langsung itu masuk pada konteks yang biasa atau tidak.
Dan ada juga mobile bystander yang memang menginginkan popularitas, bahwa siaran mereka itu akan ditanggapi secara meluas dan mendapatkan persetujuan atas penyiaran tersebut dengan ditandai banyaknya tanda “like”.
Bila memahami bahwa fenomena bystander ternyata menumpulkan empati dan moral, tentunya perlu ada pembenahan atas sikap masyarakat khususnya terhadap kejadian bullying atau tindak kekerasan.
Perlu meningkatkan kepedulian masyarakat untuk berani bertindak memberikan pertolongan bila mengetahui atau menyaksikan tindakan bullying atau kekerasan sebelum berakibat fatal terhadap korban dan banyak pihak.
Kepedulian masyarakat dapat dimulai dari lingkup keluarga dan sekolah, dengan memberikan banyak latihan keterampilan membantu orang lain, memahami kesulitan orang lain, dan toleransi atas keterbatasan dan keadaan orang lain.
*Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.