"Pekerja kan butuh ganti pakaian, dengan uang Rp 100.000, sudah bisa dapat dua kemeja di sini. Kalau mungkin di mal atau tempat yang berkualitas kan mahal," kata dia.
Menjual pakaian bekas impor dianggap menjadi lahan bisnis yang menjanjikan bagi Andriani. Dalam satu hari, ia mampu meraih omzet sekitar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
"Pemasukan, ya kira-kira sampai Rp 1 juta setiap hari. Maksimal pernah dapat Rp 1,5 juta dalam satu hari lah," ujar Andriani.
Larangan pemerintah untuk thrift berlanjut, pihak pengelola Blok M Square keluarkan surat peringatan untuk pedagang.
Baca juga: Pengelola Blok M Square Larang Jualan Baju Bekas Impor, Pedagang Thrift Merasa Kecewa dan Pusing
Pengelola Blok M Square telah mengirimkan surat larangan untuk pedagang baju bekas impor atau thrift di kawasan tersebut.
Namun, pihak pengelola Blok M Square mempersilakan pedagang untuk berjualan barang lain kecuali baju bekas impor.
Andriani merasa kecewa dan tak menyangka dikeluarkan surat tersebut secepat ini.
"Iya kami sudah dapet surat penutupan toko dari pengelola," ujar Andriani saat ditemui Kompas.com, Kamis (16/3/2023).
Di lain pihak da merasa kasihan kepada pembeli berkategori ekonomi menengah ke bawah karena tidak bisa membeli pakaian bagus dan bermerek dengan harga miring.
Baca juga: Kalau Thrifting Dilarang, Mau Makan Apa? Nyari Kerjaan Susah...
"Kami kan juga membantu untuk masyarakat yang memang butuh baju kantor tapi budget-nya sedikit, dan bisa dipakai gitu. Kaget juga sih dapat surat itu," terang dia.
Jika ia menutup tokonya, banyak baju dagangannya yang mubazir terbuang.
"Karena ini kan enggak sedikit (baju dagangannya). Kalau misalkan ini ditutup, berapa baju yang harus terbuang," terang Andriani.
Pedagang baju bekas impor lainnya, Bosman Hasugian (56) juga merasa pusing mendapatkan surat larangan berdagang thrift, dari pengelola Blok M Square.
"Sudah, sudah (dapat surat larangan). Kami pedagang pusing ya," jelas dia.
Ia bercerita, sudah empat kali mengalami kebangkrutan di Blok M Square selama pandemi Covid-19.