JAKARTA, KOMPAS.com - Ahmad Fauzi alias Aji (51) merupakan seorang marbut di Masjid Al-Khoiriyah, Jalan Sungai Kendal, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Dia rupanya memiliki kisah yang berkesan mengenai awal mula menjadi seorang marbut.
Aji yang sebelumnya menjadi tukang kuli angkut di sebuah agen di Jalan Sarang Bango, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara itu menjadi marbut karena dipinang oleh eks Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah.
"Waktu Pak Sekda masih ada, orang-orang disuruh jadi marbut enggak ada yang mau. Padahal, ditawarkan, ‘mau umrah dulu atau mau marbut dulu?’. Pada enggak mau,” ucap Aji saat ditemui Kompas.com di Masjid Al-Khoiriyah pada Senin (27/3/2023).
Baca juga: Menengok Pasar Kue Subuh Senen yang Masyhur, Sentra Kue Basah yang Dijual mulai Rp 1.000
"Ini kan rumahnya Pak Sekda (di samping Masjid Al-Khoiriyah). Masjid ini dia yang bangun, pakai uang pribadi. Dulu masjid pribadi, waktu Pak Sekda masih ada. Sekarang diwakafkan ke masyarakat," tuturnya lagi.
Kata Aji, Saefullah sudah menawarkan ke pelosok warga Rorotan untuk menjadi marbut. Tetapi, tidak ada yang tergiur karena honornya disebut kecil, yakni Rp 500.000 untuk satu bulan yang bersumber dari kantong pribadi Saefullah.
Kendati demikian, Aji yang merupakan kepala rumah tangga untuk tujuh orang anak itu menerima tawaran Saefullah karena penghasilan menjadi tukang kuli angkut lebih kecil daripada yang ditawarkan menjadi marbut.
“Saya panggulnya borongan, dibayar harian. Satu hari Rp 50.000. Orang kan manggul capek, 50 kilogram paling enteng pada saat itu,” ungkap Aji.
Meski Aji menerima tawaran tersebut, ia tetap memilih kuli angkut sebagai prioritas utama dan membuat kesepakatan dengan mendiang Saefullah.
"Katanya, ‘wah, baguslah Pak Aji mau. Saya sudah satu kampung mencari, tapi pada enggak mau’. Saya waktu itu sambil kerja manggul. Kata Pak Sekda, ‘yang penting kamu Jumat libur, jadinya bisa urus masjid’," ungkap Aji.
Alhasil, Aji saat itu memiliki dua pendapat dengan profesi yang berbeda. Semuanya ia jalani dengan suka cita.
Suatu ketika, Aji mendapatkan pesan dari Saefullah yang menyuruhnya berhenti menjadi kuli angkut.
"Kata Pak Sekda, ‘sudah berhenti Pak Aji, manggul capek. Di masjid saja, sudah, (nanti) dicukupi gajinya," ujar Aji.
Baca juga: Serba-serbi Relokasi Pedagang Pasar Kue Subuh Senen, Dijanjikan Tempat Lebih Nyaman
Sejak saat itu, Aji mendapatkan honor senilai Rp 1,2 juta dari Saefullah. Hal tersebut membuatnya sangat senang karena penghasilannya berbeda jauh dengan profesi yang sebelumnya.
“Lama-lama, saya diusulkan ke Pemda DKI untuk digaji. Waktu itu, gaji UMR, Rp 2,5 juta, waktu zamannya Pak Jokowi. Digaji melalui ATM Bank DKI Syariah,” ungkap Aji.
Sejak saat itu, Aji kerap kali mendapatkan cibiran dari masyarakat sekitar karena telah mengetahui gaji yang diterima olehnya sebagai seorang marbut.
“Tapi saya baliki, 'dulu disuruh jadi marbut pada enggak mau, sekarang saja sudah ada gajinya pada mau'. Nah, sekarang sudah Rp 4 juta. Dari bendahara DKM Rp 3 juta, dari pemerintah Rp 1 juta yang dibayarnya 6 bulan sekali,” kata Aji.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.