JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya empat dari 14 rumah mewah yang seharusnya digusur di Perumahan Taman Duren Sawit, Jakarta Timur, telah rata dengan tanah.
Salah satu pemilik rumah mewah tersebut, Jidin, mengaku kaget saat mendapat surat permohonan pengosongan rumah secara sukarela dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada 3 Agustus 2021 lalu.
Kompas.com merangkum sejumlah fakta soal penggusuran rumah mewah itu di sini:
Berdasarkan data yang diterima dari PN Jakarta Timur, Rabu (22/3/2023), penggusuran ini berawal dari kasus gugatan sengketa lahan yang ditangani oleh PN Jakarta Selatan.
Gugatan diajukan ahli waris pemilik tanah atas nama Muhammad. Sementara pihak yang digugat adalah PT Altan Karsa Prima selaku pengembang perumahan tersebut.
PT Altan Karsaprisma diketahui membebaskan lahan seluas 16 hektare untuk pembangunan Taman Perumahan Duren Sawit pada 1991-1992.
Baca juga: Kagetnya Pemilik Rumah Mewah di Duren Sawit, Tiba-tiba Dapat Surat Pengosongan Rumah dari PN Jaktim
Namun, Muhammad mengaku sebagai pemilik legal dari sebagian tanah yang dibebaskan PT Altan Karsaprisma, yakni seluas 3.378 meter persegi.
"Pada 1991, ada surat dari Wali Kota Jakarta Timur, bahwa mereka harus membebaskan dari penggarap maupun pemilik seluas 3.378 meter persegi," ujar Graziano.
Hal itu tidak pernah dilakukan pengembang tersebut hingga Muhammad menggugatnya pada 1995. Muhammad memenangkan gugatan itu pada 2006.
Empat belas rumah yang terdampak penggusuran itu ada di dalam tanah milik Muhammad sehingga kini diratakan dengan tanah.
Pada 3 Agustus 2021, Jidin dan 13 pemilik rumah di tanah tersebut mendapat surat pengosongan rumah secara sukarela dari PN Jakarta Timur.
Jidin sendiri mengaku sudah membeli rumah itu pada 2006 dan memiliki surat hak milik (SHM) yang sah.
“Tahun 2021, saya kaget tiba-tiba ada (surat) permohonan dari PN Jakarta Timur untuk kosongkan (rumah) secara sukarela," ungkap Jidin.
Baca juga: Rumah Mewahnya di Duren Sawit Dirobohkan, Jidin: Kami Bukan Penadah yang Status Huniannya Tak Jelas!
Ke-14 pemilik rumah pun secara kolektif memutuskan menunjuk pengacara bernama Graziano M Pattiasina untuk membantu perlawanan.
Perlawanan dilakukan untuk memperjuangkan hak mereka selaku pemegang SHM. Mereka mengajukan perlawanan ke PN Jakarta Timur pada 7 September 2021.