JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) telah menyampaikan usulan kepada Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta terkait kenaikan tarif sejumlah layanan transportasi umum di Ibu Kota.
Meski menimbulkan pro dan kontra, sebagian elemen masyarakat ada yang menilai bahwa kenaikan tarif sejumlah layanan transportasi umum di Ibu Kota sebagai hal yang wajar dan tak terelakan.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Harya S Dillon menilai, kualitas layanan Transjakarta dari tahun ke tahun membaik secara signifikan.
Menurut dia, terdapat perbaikan mulai dari prasarana hingga perluasan jangkauan.
Kendati demikian, Harya menilai wajar jika penumpang melihat tetap ada ruang untuk perbaikan sehingga perlu dimaknai sebagai upaya untuk membangun transportasi publik yang nyaman bagi warga.
"Dengan adanya perbaikan, maka wacana kenaikan tarif Transjakarta menjadi sesuatu yang masuk akal," ujarnya dikutip dari Kompas.id, Rabu (5/4/2023).
Baca juga: Saat Muncul Wacana Kenaikan Tarif Transjakarta, Masyarakat Justru Soroti Kualitas Layanan
"Selain kualitas layanan semakin bagus, ada faktor inflasi dan penyesuaian-penyesuaian lain sebagai pertimbangan," lanjutnya.
Saat awal beroperasi pada 2004, Transjakarta mematok tarif Rp 2.000 untuk sekali naik. Tarifnya kemudian naik menjadi Rp 3.500 pada 2006.
Transjakarta juga memberlakukan tarif khusus Rp 2.000 untuk penumpang yang naik pada pukul 05.00 hingga pukul 07.00.
Menurut Harya, jika dihitung dengan nilai inflasi, daya beli uang Rp 3.500 pada 2006 setara dengan uang Rp 7.800 pada 2023.
"Meski begitu, harus dilihat juga, urgensi menaikkan tarif ini sebenarnya apa? Apa karena ingin memotong subsidi? Apa karena kesehatan fiskal Pemprov DKI? Atau ada faktor lain," ujarnya.
"Maka, penting untuk dikaji dengan matang lebih dahulu dan dijabarkan alasannya dengan transparan,” lanjut Harya.
Baca juga: Dishub DKI Cek Ombak Kenaikan Tarif Transjakarta-Mikrotrans
Hal yang terpenting menurut Harya saat ini ialah upaya mengajak warga untuk menggunakan transportasi umum. Salah satunya dengan menciptakan persepsi bahwa transportasi umum itu aman, khususnya dari Covid-19.
Penyebabnya, kendati pembatasan sosial telah dicabut, penggunaan masker di dalam angkutan umum masih diwajibkan.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Dishub DKI Jakarta Nomor e-0002/SE/2023/SE/2022 tentang kewajiban menggunakan masker di dalam sarana dan prasarana angkutan umum pada masa transisi menuju endemi.
Harya mengaku heran karena regulasi tersebut masih berlaku pada saat warga sudah mulai kembali beraktivitas tanpa menggunakan masker, seperti saat konser.
Dengan masih diterapkannya aturan itu, muncul persepsi buruk seakan-akan angkutan umum tidak aman.
”Yang diperlukan saat ini adalah keberpihakan terhadap transportasi umum. Sebenarnya ini tidak hanya tugas Pemprov DKI, tapi juga pemerintah pusat,” ujarnya.
Baca juga: Integrasi Tarif Transjakarta dengan KRL Belum Bisa Terlaksana, Ini Alasannya
Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo telah melakukan "cek ombak" untuk melihat respons masyarakat terkait wacana kenaikan tarif transportasi umum di Ibu Kota.
Dishub DKI Jakarta memberikan tiga pertanyaan dan opsi jawaban yang bisa diambil warganet soal kenaikan tarif Transjakarta dan Mikrotrans.
Pertanyaan pertama, yakni apakah masyarakat setuju jika tarif Transjakarta naik?
Pertanyaan kedua, apakah masyarakat setuju jika tarif bus Transjakarta BRT dan non-BRT serta Transjabodetabek naik menjadi Rp 4.000 sepanjang hari atau Rp 5.000 sepanjang hari atau Rp 4.000 pukul 05.00 WIB-19.00 WIB atau Rp 5.000 pukul 07.00-sepanjang hari?
Pertanyaan terakhir, apakah masyarakat setuju apabila Mikrotrans naik menjadi Rp 1.000 atau Rp 2.000?
Baca juga: Dishub DKI Cek Ombak Kenaikan Tarif Transjakarta-Mikrotrans
Ketiga pertanyaan ini telah disebarkan melalui akun instagram resmi Dishub DKI Jakarta sejak Senin (3/4/2023).
Adapun hasil cek ombak akan menjadi bahan evaluasi untuk penyesuaian tarif Transjakarta, Transjabodetabek, serta Mikrotrans.
"Terkait survei kenaikan tarif, bahwa ini sebenarnya lebih kepada cek ombak. Kami harapkan ini (hasil cek ombak) sebagai bahan evaluasi kami (terkait tarif transportasi umum)," ujarnya.
Suhud Alynudin, anggota Komis B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta menilai, hal yang penting untuk disurvei sekarang adalah tingkat kepuasan pengguna terhadap layanan Transjakarta.
Jika layanan sudah optimal, hal itu memungkinkan untuk kenaikan tarif.
”Sebagai contoh, yang sering dikeluhkan pengguna saat ini adalah ketiadaan toilet di sejumlah halte," ujarnya.
Baca juga: Dishub DKI Sebut Tarif Transjakarta Rp 3.500 Tak Pernah Dinaikkan Sejak 2007
"Termasuk pencegahan terhadap kejahatan pelecehan seksual. Jangan dulu berpikir tentang kenaikan tarif, tetapi tingkatkan layanan optimal agar warga puas,” lanjut Suhud.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta lainnya, Gilbert Simanjuntak, belum melihat urgensi kenaikan tarif. Persoalan saat ini ialah keluhan pengguna terhadap layanan.
”Keluhan warga masih banyak. Survei tarif itu baru cek ombak untuk pertimbangan internal. Belum untuk kebijakan yang mau dikeluarkan,” kata Gilbert.
(Penulis: Muhammad Naufal, Fransiskus Wisnu Wardhana Dany (Kompas.id) | Editor: Irfan Maullana, Neli Triana (Kompas.id))
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.