Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah D Pertanyakan Alasan JPU Hanya Tuntut AG 4 Tahun Penjara

Kompas.com - 06/04/2023, 06:52 WIB
Abdul Haris Maulana

Editor

Sumber Twitter

JAKARTA, KOMPAS.com - Ayah D (17), Jonathan Latumahina, mempertanyakan alasan jaksa penuntut umum (JPU) hanya menuntut AG (15) pidana empat tahun penjara.

Menurut Jonathan, seharusnya jaksa menuntut AG dengan tuntutan maksimal setelah yang bersangkutan terbukti ikut melakukan penganiayaan terhadap D.

"Jaksa sendiri yang menyatakan sah dan meyakinkan AG terlibat, dan jaksa menuntut tidak maksimal. Apa arti pernyataan "sah dan meyakinkan" ini kalo tuntutannya tidak maksimal? Dalilnya apa. @KejaksaanRI? Pak @mohmahfudmd, hakim harus ultra petita untuk kasus ini," tulis Jonathan di akun Twitter pribadinya @seeksixsuck, Rabu (5/4/2023).

Jonathan menambahkan, seharusnya AG dituntut enam tahun penjara, yang mana jumlah tersebut adalah setengah dari tuntutan maksimal.

Baca juga: Dituntut Pidana 4 Tahun Penjara, AG Bacakan Nota Pembelaan Hari Ini

Lebih lanjut, Jonathan menyindir cara berhitung jaksa karena hanya menuntut AG pidana empat tahun penjara.

"Halo @KejaksaanRI kenapa jadi 4 tahun tuntutannya? Maksimalnya 12 tahun, pelaku anak 1/2 nya. Jika pertimbangannya soal masa depan AG menurut kalian masa depan D gak penting?" tulis Jonathan.

"Jaksa jaksel ketika ujian matematika: 12 x 0.5 = 4," sambungnya.

Sebagai informasi, AG dituntut pidana empat tahun penjara oleh JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (5/4/2023).

Baca juga: Pihak AG: JPU Tak Perhatikan Pendapat Saksi Ahli Saat Membuat Tuntutan

"Terhadap yang bersangkutan dituntut empat tahun penjara dan akan menjalani masa tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman Ahdi.

Adapun AG dituntut empat tahun hukuman penjara karena terbukti ikut melakukan penganiayaan.

AG didakwa dengan Pasal 355 Ayat 1 KUHP mengenai penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dulu

"Dengan banyaknya alasan yang memberatkan dan lebih sedikit alasan yang meringankan kami menuntut dan menempatkan dalam LPKA selama empat tahun," kata Syarief.

"Hal yang memberatkan yang pasti karena perbuatan anak berkonflik dengan hukum ini melakukan penganiayaan, itu menjadi salah satu," lanjut dia.

Baca juga: JPU Tuntut AG dengan Pidana Empat Tahun, Kuasa Hukum D Harap Majelis Hakim Merestui

Syarief mengatakan, ancaman maksimal yang diberikan kepada AG sebenarnya 12 tahun penjara.

Hanya saja, kata Syarief, karena terdakwa masih anak-anak, hukumannya bisa dipotong sampai setengahnya.

"Ancaman maksimal untuk dewasa 12 tahun, dan untuk anak dipotong setengahnya menjadi empat tahun. Harapannya dia bisa memperbaiki dirinya karena masih punya masa depan," tutup Syarief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Pernyataan Ketua STIP Soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP Soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com