JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah rumah mewah di Jalan Selat Batam, Duren Sawit, Jakarta Timur, digerebek polisi pada Selasa (4/4/2023) lalu.
Sejumlah anggota polisi membuka paksa gerbang masuk ke rumah dua lantai itu menggunakan las. Kemudian, penggerebekan pun dilakukan.
Tak lama kemudian, polisi membawa serta 20 orang yang tampak seperti warga negara asing dari dalam rumah itu.
Warga sekitar bernama Eni (33) mengaku kaget dan bingung dengan penemuan puluhan orang tersebut.
Dia tak menyangka bahwa rumah mewah itu ternyata diisi oleh banyak sekali orang.
"Warga langsung ramai. Kami bingung karena enggak ada yang tahu kalau rumah itu ternyata seramai itu," kata Eni di sekitar lokasi penggerebekan.
Lebih lanjut, Eni mengatakan bahwa orang-orang itu mengontrak rumah mewah tersebut selama dua hingga tiga bulan belakangan.
"Mereka (para penghuni) baru mengontrak sekitar dua hingga tiga bulan, tapi yang kelihatan cuma dua orang lokal (warga negara Indonesia), kayaknya mereka warga sini," terang Eni.
Kedua orang itu juga jarang berinteraksi dengan warga.
Setiap malam, rumah itu tampak gelap. Hanya satu lampu yang menyala di teras. Cahayanya pun kurang terang, sehingga membuat bangunan tampak seperti rumah kosong.
Penggerebekan rumah mewah itu ternyata berkaitan dengan penangkapan 55 warga negara asing (WNA) oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Ke-55 WNA yang ditangkap di tiga lokasi berbeda itu merupakan pelaku tidak pidana penipuan telekomunikasi jaringan internasional.
"Kami melaksanakan penyelidikan dan benar di hari Selasa tanggal 4 April 2023 sekitar jam 10.00 WIB, kami melaksanakan pengecekan dan penindakan di tiga lokasi,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Rabu (5/4/2023).
Meski beroperasi di Indonesia, korban dari jaringan penipuan itu sebagian besar berada di luar negeri. Para pelaku menggunakan Bahasa Mandarin dalam melancarkan aksi penipuannya.
Modus operandi para pelaku adalah dengan menelepon korban dan mengaku sebagai polisi setempat. Mereka kemudian meminta uang kepada para korban.