Berbeda dengan Dian, Risma mengaku sudah dua kali menjalani pekerjaan jasa penukaran uang ini.
Tujuan mengambil pekerjaan ini juga berbeda dengan Dian. Risma justru mencari tambahan untuk jajan anaknya.
Pasalnya, menurut Risma, gaji suami yang masih di bawah upah minimum regional (UMR) ini terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhn sehari-hari.
"Gara-gara kami bagaimana ya, suami cuma gaji di bawah UMR, kalau kami enggak begini (jasa penukar uang) yang sekali satu tahun, kn sayang. Lumayan buat jajan anak," imbuh Risma.
Rp 50.000 per hari
Dian dan Risma memiliki atasan atau bos sama yang memberikan modal mereka Rp 20 juta untuk satu hari.
Sudah sepekan terkahir, setiap harinya Dian dan Risma mangkal di Jalan Bhayangkara sejak pukul 08.00 WIB.
"Biasanya paling malam jam 22.00 WIB atau 23.00 WIB,” ucap Risma.
Tetapi, hal tersebut tergantung situasi yang ada di lapangan. Pasalnya, mereka juga takut dirampok mengingat membawa uang yang cukup banyak.
Sementara, upah yang didapatkan mereka terbilang kecil. Keduanya hanya mendapatkan Rp 50.000 dan satu kali makan untuk satu hari.
"Saya pernah dua hari enggak laku, tetap dikasih Rp 50.000. Kalau misalnya laku banyak, ya tetap, Rp 50.000 juga," ungkap Risma.
Tanggung jawab besar
Profesi jasa penukaran yang tampaknya memiliki risiko yang cukup tinggi dari tindak pidana perampokan.
Sebab, mereka bekerja di pinggir jalan. Terlebih, jika uang tersebut lenyap, Dian dan Risma akan mengganti rugi.
“Ya ganti rugi, karena itu tanggung jawab kami,” pungkas Dian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.