"Nah saat itu cucu saya dibawa karena di sini sendiri. Tetangga di rumah saya keadaan sepi karena 90 persen lah pulang kampung," tambah dia.
Parmi pun segera bergegas ke rumahnya setelah mendapatkan kabar kebakaran sekitar pukul 03.30 WIB, di mana saat itu semua portal di komplek tersebut masih terkunci.
Ia pun tak habis akal untuk keluar dari komplek tersebut. Parmi bercerita, ia sempat bertemu dengan sekuriti komplek dan meminta untuk dibukakan portal.
Bahkan, sekuriti komplek tersebut tidak hanya membukakan portal untuk Parmi, namun ia langsung mengantar Parmi dan cucunya menggunakan sepeda motor.
"Saya mau pulang jam 03.30 WIB karena posisinya pintu di Muara Karang suasana Lebaran kan dikunci semua ya," jelas dia.
"Saya bilang ke sekuriti 'Pak tolong bisa dibuka?' Dia jawab 'ibu mau shalat Id masih kepagian, mau ke mana?', 'rumah saya kebakaran Pak', 'hah rumah di mana?', saya jawab 'di Muara Angke Pak', 'ayo saya antar'," lanjut dia.
Sampai di dekat kawasan rumahnya, api masih sangat besar pada saat itu. Bahkan sekuriti komplek yang mengantarnya merasa kaget.
"Saat sampai enggak jauh dari lokasi liat api besar banget dia teriak 'Masya Allah' kata sekuriti itu," terang Parmi.
Parmi pun akhirnya berkumpul dengan warga yang selamat dari kebakaran, tak jauh dari lokasi rumahnya. Seketika, banyak anak-anak tetangga sekitar rumah yang datang mengerubunginya.
Anak-anak tetangga tersebut kata Parmi terdiam dan beberapa hanya bisa menangis sambil memeluknya. Melihat hal itu, tangis Parmi dan ibu-ibu lain langsung ikut pecah.
"Saya ke pinggir sini banyak warga-warga terus ada banyak anak-anak tetangga, dipeluk saya, baru saya nangis, mereka bilang 'Nenek rumahnya hangus Nek, hangus Nek'," tutur Parmi seraya mengeluarkan air mata.
"Bahkan anak-anak itu enggak pakai baju saat itu, karena enggak sempat bawa baju, Saya bingung 'lah terus gimana..' Habis ya sudah. Dengan ada anak-anak itu teriak ke kami, air mata kami enggak kuat," sambung dia.
Cucu Parmi pun juga menangis saat melihat kondisi rumahnya yang sudah hangus terbakar.
Bahkan, cucu Parmi memikirkan nasib komputernya yang ada di dalam rumah. Komputer tersebut biasa dipakai untuk kebutuhan sekolah.
Parmi hanya bisa meredam tangis cucunya, dan membujuk cucunya untuk tetap sabar.