"Kalau cucu saya nangis bilang 'nenek komputer ku kebakar, untuk sekolah', saya jawab 'jangan khawatir sayang, nanti minta sama sekolah mu'," ucap dia.
Baca juga: Korban Kebakaran Muara Angke Harap Pemerintah Bisa Bangun Kembali Rumahnya: Aksesnya Mudah
"Cucu saya bilang lagi 'nanti baju sekolahnya gimana pakai apa Nek'. Ya sudah habis mau gimana, baju sekolah atau apa, yang ada hanya yang dipakai di badan," tambah dia.
Parmi menuturkan, kebakaran ini sangat membuat trauma bagi cucunya. Bahkan, cucunya pun masih tak mau melihat kondisi terakhir rumahnya saat api sudah padam.
"Cucu saya trauma, belum mau lihat rumah saya, trauma banget kayaknya," lanjut Parmi.
Parmi pun berharap, pemerintah dapat melakukan renovasi terhadap rumahnya yang sudah hangus dan rata menjadi tanah.
Menurut Parmi, akses di kawasan Tembok Bolong ini sangat strategis untuk bepergian ke mana-mana. Apalagi jalur ini juga dilewati Transjakarta dan Jak Lingko.
"Iya saya berharap begitu (direnovasi) dari pemerintah, diganti jadi baru jangan dipindahkan, pokoknya kami berharap dibangun lagi rumah," ujar dia.
Baca juga: Cerita Korban Kebakaran Muara Angke: Cucu Saya Nangis Bilang Komputerku untuk Sekolah Terbakar
"Karena di sini aksesnya gampang mau ke mana pun misalnya kerja ya akses mudah. Karena transjakarta lewat sini tujuan Pelabuhan Muara Angke ke Kota, Jak Lingko yang gratis juga lewat, mau ke mana pun gampang," kata Parmi.
Parmi bercerita, ia membeli rumah gubuk tersebut baru tiga bulan ke belakang. Karena itu, ia masih belum sempat mengurus surat-surat kepemilikan.
"Rumah gubuk ini saya beli baru tiga bulan lalu, belum sempat urus surat kepengurusan," jelas Parmi.
Jika rumah gubuknya tidak dibangun kembali, ia pun mengeluh jika harus mengontrak. Ia harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 850.000 per bulannya.
Hal itu dikarenakan umurnya yang sudah tua, tidak mampu bekerja seperti dahulu.
"Kalau kita ngontrak di daerah sini itu sebulan Rp 850.000," kata Parmi.
"Seorang nenek seperti saya enggak kuat bayar bayar. Saya sudah janda suami saya sudah meninggal. Enggak kuat saya," keluh dia.
Selain ia harus menyiapkan biaya kontrakan tersebut, Parmi juga harus menyediakan dana tambahan untuk kebutuhan sehari-hari rumahnya seperti air bersih.
Baca juga: BERITA FOTO: Nestapa Warga Korban Kebakaran Muara Angke