Menanggapi komentar warganet tersebut, AD mengaku tidak suka viral lewat kasus pelecehan ini.
"Dikira enak bgt kali viral gara-gara masalah ini," tulis AD.
"Gamikir gimana kalau kejadian ini terjadi sama mbanya!" sambungnya.
Terkait nyinyiran warganet terhadap penampilan AD, Aktivis Perempuan dan Konsultan Gender, Tunggal Pawestri menyebut hal itu sebagai fenomena victim blaming, yakni perilaku menyalahkan korban.
"Victim blaming di Indonesia itu masih menjadi kultur yang sangat kuat. Jadi, apa-apa pasti 'oh karena korbannya begini, karena korbannya begitu'," ungkap Tunggal ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (16/5/2023).
Tunggal menambahkan, victim blaming tidak hanya menyangkut soal penampilan korban saja.
Beragam hal bisa dijadikan alasan oleh seseorang untuk menyalahkan korban atas sebuah kasus yang menimpanya.
"Apa pun bisa jadi alasan. Kalaupun dia (korban) pakaiannya tertutup dan berhijab, nanti pasti dicari salah yang lain," ujar Tunggal.
"Akan selalu ada orang yang melihat korban itu ikut berkontribusi terhadap kesalahan atau kejahatan. Dan itu tidak benar untuk korban kekerasan seksual," sambungnya.
Lebih lanjut, Tunggal mengatakan bahwa fenomena victim blaming akan sangat sulit untuk dihentikan.
Kendati demikian, ia berharap masyarakat tidak membiarkan victim blaming berjalan terus kepada para korban.
"Saya pikir saya juga lihat ada orang-orang yang kemudian membela (korban yang jadi victim blaming). Kalau yang nyinyir itu tentu saja kita berharap bisa berhenti. Tapi, ya ini saya pikir ke depan akan pelan-pelan berkurang, perlawanan orang-orang yang membela juga banyak," pungkasnya.
(Penulis: Joy Andre | Editor : Ihsanuddin, Ambaranie Nadia Kemala Movanita).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.