Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Aturan Wajib Pakai Masker Dicabut, tapi Kualitas Udara di Jakarta Memburuk dan Banyak Orang yang Sakit

Kompas.com - 12/06/2023, 11:33 WIB
Abdul Haris Maulana

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi menghentikan aturan wajib menggunakan masker di tempat umum maupun transportasi publik.

Hal itu disebutkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Covid-19 yang diterbitkan pada Jumat (9/6/2023).

Aturan tersebut menjelaskan mengenai protokol kesehatan (prokes) pada masa transisi endemi bagi pelaku perjalanan dalam dan luar negeri, kegiatan berskala besar, dan kegiatan pada fasilitas publik.

Meski pemerintah tak lagi mewajibkan pemakaian masker di tempat umum, ancaman kesehatan tetap mengintai, terutama bagi masyarakat Ibu Kota.

Baca juga: Aturan Wajib Menggunakan Masker Resmi Dicabut Pemerintah

Pasalnya, kualitas udara di DKI Jakarta terus memburuk dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan kualitas udara di Jakarta beberapa kali sempat menjadi yang terburuk di dunia.

Pemprov DKI akui kualitas udara Jakarta memburuk

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengakui kualitas udara di Ibu Kota mengalami pemburukan dalam beberapa waktu terakhir.

Sub Koordinator Kelompok Pemantauan Lingkungan Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati menyatakan, kondisi ini terjadi karena wilayah Indonesia, khususnya DKI, memasuki musim kemarau.

"Secara periodik kualitas udara di Jakarta akan mengalami peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau, yaitu bulan Mei hingga Agustus," ujar Rahmawati dalam keterangannya, Kamis (8/6/2023).

Baca juga: Pemprov DKI Akui Kualitas Udara Jakarta Memburuk Beberapa Waktu Terakhir

Rahmawati memaparkan, peningkatan konsentrasi polutan di Jakarta sudah terlihat sejak April 2023. Kala itu, rata-rata bulanan konsentrasi PM 2,5 sebesar 29,75 mikrogram per kubik.

Angka ini kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 50,21 mikrogram per kubik pada Mei 2023. Namun, konsentrasi polutan akan berangsur-angsur menurun setelah melewati musim kemarau.

"Akan menurunkan saat memasuki musim penghujan bulan September - Desember. Hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM 2,5 tahun 2019 sampai 2023," kata Rahmawati.

Berdasarkan data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta selalu berada di angka 150 ke atas sejak Jumat (19/5/2023). Angka itu jauh dari indeks kualitas udara baik yang harus berada di kisaran angka 0-50.

Jakarta bahkan menjadi wilayah dengan kualitas udara terburuk di dunia versi IQAir pada Selasa (6/6/2023) lalu.

Melansir data dari situs tersebut, indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 157 dengan polutan utamanya yakni PM 2,5 dan nilai konsentrasi 67 mikrogram per meter kubik.

Baca juga: Data IQAir: Kualitas Udara di Jakarta Pagi Ini Terburuk di Dunia

Buruknya kualitas udara Jakarta pada saat ini tentunya dikeluhkan oleh masyarakat. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada kesehatan anak-anak, lanjut usia, dan kelompok sensitif lainnya.

Banyak yang sakit

Kondisi udara Jakarta yang memburuk akhir-akhir ini telah berdampak pada kesehatan masyarakat, tak terkecuali anak-anak.

Wilsa Situmorang menjadi salah satu orangtua yang merasakan langsung dampak buruknya kualitas udara di Ibu Kota.

Putrinya yang baru berusia 14 bulan terkena penyakit batuk dan pilek, bahkan mengalami gejala sesak napas.

"Sakitnya itu dari hari Senin pekan lalu," kata Wilsa saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/6/2023).

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Orangtua Keluhkan Anaknya Batuk Sesak Nafas

Buruknya kualitas udara Jakarta rupanya juga dirasakan sejumlah warga saat sedang beraktivitas di gelaran Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, pada Minggu (11/6/2023).

Salah satu pengunjung CFD, Bunga (35), merasa udara Jakarta tidak begitu bersih meski sudah bebas dari kendaraan bermotor.

"Cuma polusi masih terasa, mungkin karena lagi ngebangun (pembangunan) atau dari beberapa busway yang lewat, ntahlah." ujar Bunga kepada Kompas.com di lokasi.

Selain itu, beberapa waktu terakhir, Bunga mengeluh lebih sering merasa gatal pada tenggorokan yang disertai rasa mengganggu pada hidungnya.

"Walaupun kita enggak sakit, cuma kalau lagi jalan enggak pakai masker, pasti ada ngerasa sesuatu yang agak mengganggu tenggorokan, jadi kering, terus hidung jadi kotor," ujar Bunga.

Tak hanya Bunga, Nova (28) juga merasakan hal serupa saat ikut CFD kemarin pagi. Oleh karena itu, ia memilih berlari sambil mengenakan masker saat CFD.

Baca juga: Pegiat CFD Merasa Kualitas Udara di Jakarta Memburuk: Tenggorokan Sering Gatal

"Jujur karena tau kualitas udara buruk, tadi aku CFD sambil pakai masker, kemarin sempat enggak enak tenggorokan juga," ucap Nova.

Dokter spesialis paru imbau masyarakat pakai masker

Berkait kualitas udara di Ibu Kota yang memburuk, Dokter spesialis paru, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengimbau masyarakat Jakarta agar tetap memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan.

"Kalau (kualitas udara) masuk kategori tidak sehat maka semua aktivitas di luar ruangan harus menggunakan masker," ucap Dokter Agus saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/6/2023).

Agus mengatakan, penggunaan masker penting untuk melindungi saluran pernapasan dari polutan yang bersifat partikel, termasuk PM 2.5 atau partikel halus yang berukuran 2,5 mikrometer.

Namun, kata Dokter Agus, tidak semua masker bisa menyaring partikel-partikel halus ini.

Baca juga: Dokter Imbau Masyarakat Pakai Masker di Tengah Buruknya Kualitas Udara Jakarta

"Paling ideal masker yang bisa dipakai itu, masker yang memiliki kemampuan filtrasi partikel 95 persen, contohnya masker N95, itu paling bagus," jelasnya.

Sedangkan untuk masker kain dan masker bedah yang kerap digunakan sehari-hari, tidak efektif untuk menyaring partikel polutan.

Mengacu Jurnal Respirasi bertajuk "Peran Masker/Respirator dalam Pencegahan Dampak Kesehatan Paru Akibat Polusi Udara" (1/1/2017), sebuah penelitian di China membuktikan masker kain tidak efektif menyaring PM 2,5, kemampuannya di bawah 50 persen.

Sedangkan masker bedah, tidak bisa menutupi hidung dan mulut dengan sempurna karena terdapat celah di keempat sisi masker tersebut.

"Tapi kalau tidak ada masker N95, penggunaan masker bedah biasa seperti yang kita gunakan, yang biru hijau itu sebenarnya tidak apa, masih bisa memfiltrasi 50 persen partikel," terang Dokter Agus.

Namun, bila status indeks kualitas udara di suatu daerah tidak sehat dan berwarna merah, Dokter Agus tetap menyarankan agar masyarakat menggunakan masker N95 saat beraktivitas di luar ruangan.

(Penulis: Tria Sutrisna, Wasti Samaria Simangungsong | Editor: Irfan Maullana, Jessi Carina, Icha Rastika).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

Megapolitan
Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Megapolitan
3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

Megapolitan
LPSK Dorong Pemenuhan Akomodasi Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan, Termasuk Perlindungan

LPSK Dorong Pemenuhan Akomodasi Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan, Termasuk Perlindungan

Megapolitan
Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Megapolitan
Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Megapolitan
Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Megapolitan
Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Megapolitan
Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Megapolitan
Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Megapolitan
Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Megapolitan
Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Megapolitan
Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com