JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyayangkan pria lanjut usia yang memerkosa anak berinisial NHR (9) baru ditangkap setelah viral.
Butuh waktu tiga bulan bagi polisi untuk menangkap pelaku, terhitung sejak laporan dibuat pada 7 Maret lalu. Padahal pelaku sudah sejak awal mengakui perbuatannya.
Fickar berpandangan, jangan sampai muncul anggapan polisi cenderung menyepelekan atau tidak responsif kasus pemerkosaan yang dilakukan lansia berinisial S atau UH (65) itu.
Kalau terbukti ada indikasi menyepelekan atau tidak responsif terhadap laporan masyarakat oleh polisi, Fickar berujar, maka atasan selevel kepolisian daerah (Polda) atau Markas Besar Polri bisa mengambil tindakan.
"Bisa mengambil tindakan administratif atau etika profesi yang dapat menjadi dasar penurunan pangkat dan hukuman disiplin lainnya," ucap Fickar, kepada Kompas.com, Jumat (16/6/2023).
Menurut Fickar, kebiasaan polisi yang memproses pelanggaran hukum dengan mengandalkan atau menunggu viral di media sosial adalah kebijakan yang tidak baik.
"Karena tugas kepolisian sebagai penegak hukum itu dimulai sejak diterimanya laporan atas kejahatan," ucap Fickar.
Baca juga: Dorong Pemulihan Trauma Bocah yang Diperkosa di Cipayung, LPSK: Lukanya Melekat Seumur Hidup
Seharusnya, kata Fickar, dalam konteks tugas pelayanan masyarakat dan penjaga ketertiban umum, polisi lebih peka dalam mengantisipasi terjadinya ketidaktertiban dalam masyarakat atas reaksi proses yang lamban.
"Saya kira ini harus menjadi perhatian bagi kepolisian agar tidak menurunkan kepercayaan publik," ucap Fickar.
Pemerkosa anak di Cipayung berinisial S alias UH (68) akhirnya ditangkap pada Kamis (15/6/2023) malam, setelah kasus ini ramai diberitakan media.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dhimas Prasetyo menjelaskan, proses penanganan kasus ini berlangsung lama karena unsur kehati-hatian.
"Korban usianya masih anak-anak. Kami harus hati-hati terhadap korban yang masih di bawah umur," ucap dia di Polres Metro Jakarta Timur, Jumat (16/6/2023).
Dhimas melanjutkan, proses penanganan kasus pemerkosaan terhadap anak-anak harus dilakukan secara hati-hati agar psikologisnya tidak semakin berdampak.
"Karena di sini, kami tidak hanya dalam rangka penegakkan hukum, tapi juga melindungi hak-hak korban," ucap dia.
Dhimas menegaskan, sejak laporan masuk, polisi sudah memberikan pendampingan sosial dan psikologis, serta rehabilitasi terhadap korban.
Wakapolres Metro Jakarta Timur AKBP Ahmad Fanani mengatakan, kepolisian juga langsung memeriksa sejumlah saksi sejak ibu korban menyampaikan laporan.
Pelaku dijerat dengan Pasal 76D juncto Pasal 81 dan/atau Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun.
Pelaku UH diduga memerkosa NHR sebanyak lima kali sepanjang 2021-2022 di rumah dan gudang milik pelaku di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.
Meski demikian, kasus pemerkosaan ini baru diketahui keluarga korban pada 6 Maret 2023. Saat itu, korban NHR bercerita pemerkosaan yang ia alami kepada temannya, DH (12).
DH kemudian menyampaikan informasi itu kepada keluarga NHR. Keluarga pun langsung mengadukan masalah ini kepada Ketua RT setempat. Pelaku mengakui perbuatannya.
Mendengar pengakuan itu, F dan keluarga melapor ke polisi pada hari yang sama. Karena pelaku tak kunjung ditangkap, F mengungkap soal kejanggalan kasus ini kepada media.
Baca juga: Bocah yang Diperkosa Lansia di Cipayung Trauma, Ibu Korban: Dia Ingin Operasi Jadi Cowok...
Ia bingung mengapa pelaku yang sudah mengakui aksi bejatnya tak kunjung ditangkap. Bahkan, menurut dia, pelaku baru dipanggil sekali oleh polisi sejak laporan terbit.
Menurut dia, karena tak kunjung ditangkap, pelaku sudah pindah rumah. Bahkan, tak ada warga yang mengetahui ke mana UH pindah.
"Yang saya bingung, pelaku enggak langsung ditahan pas jujur di Pak RT. Kan sudah ada korban dan saksi. Saksi yang dengar keterangan UH pas di rumah RT juga banyak," katanya.
Kegusaran lain dirasakan F saat ia berupaya bertanya mengenai perkembangan kasus pemerkosaan anaknya ke Polres Metro Jakarta Timur pada akhir April lalu.
Bukannya mendapatkan jawaban, F justru dimarahi seorang polisi.
Baca juga: Bocah yang Diperkosa Lansia di Cipayung Sempat Tak Mau Mengaku ke Ibunya, Pilih Cerita ke Teman
"Saya sempat dipanggil kanit (kepala unit). Saya dimarahin dan diomelin, (ditanya) sudah laporan ke mana saja karena katanya ada tiga orang sudah telepon dia," terang F.
Polisi itu menegur F agar dia tidak bicara ke mana pun soal penanganan kasus pemerkosaan terhadap anaknya.
"Memang enggak dibentak, tapi nadanya kayak lagi marah. Polres bilang suruh sabar, masalah kayak begini enggak satu sampai dua bulan selesai," imbuh dia.
(Penulis : Nabilla Ramadhian | Editor : Ihsanuddin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.