"Tapi usia rata-rata 7 sampai 12 tahun. Ada banyak video Indonesia, Jepang, dan bule (Amerika dan Eropa)," kata admin.
Para pembeli diduga kuat merupakan laki-laki dengan penyimpangan seksual, yakni penyuka sesama laki-laki, khususnya anak-anak di bawah umur.
Video gay anak itu pun diduga telah dibeli oleh banyak orang. Sebab, admin menunjukkan testimoni beserta bukti pembayaran yang dikumpulkan dari para pembeli.
Praktik jual beli video gay anak secara daring bukan kali pertama mencuat di Indonesia. Kepolisian di DKI Jakarta pernah mengungkap kasus yang sama pada 2017.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengatakan, kasus ini terungkap berdasarkan laporan-laporan dari masyarakat.
Baca juga: Praktik Jual Beli Video Gay Anak di Medsos Pernah Diungkap Polisi, Kini Kembali Terjadi
"Iya, sebetulnya dulu kita kan ada kasus ini, kemudian polisi juga menangani kasus-kasus seperti ini, rumusnya sama yang melibatkan anak, terkait dengan pornografi," ujar Nahar kepada Kompas.com.
Setelah itu, muncul kasus pornografi anak melalui grup media sosial "Loly Candy" pada 2018.
Menurut Nahar, kasus video gay kid dan Loly Candy memiliki kesamaan, yaitu menjadikan anak sebagai korban dalam praktik tindak pidana pornografi.
"Soal candy Loly itu yang banyak beredar. Rumusnya sama. Jadi sepanjang apakah perbuatan ini mengakibatkan anak jadi korban, bisa dikaitkan dengan persoalan tindak pidana perlindungan anak dan tindak pidana kekerasan seksual," kata Nahar.
Berdasarkan catatan Kompas.com, 17 September 2017, Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran video gay anak. Sebanyak tiga pelaku berinisial Y (19), H (30), dan I (30) ditangkap.
Pelaku yang ditangkap di Purworejo, Garut, dan Bogor itu beraksi melalui media sosial Twitter dan aplikasi pesan singkat Telegram.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, para pelaku berafiliasi dengan jaringan internasional. Anggota di dalam jaringan itu berasal dari 49 negara.
Dalam kasus ini, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Pornografi, serta UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Praktik Jual Beli Video Gay Anak Termasuk Child Trafficking, Harus Ditindak Tegas!
Nahar mengakatan, praktik jual beli video gay anak atau VGK di media sosial perlu menjadi perhatian khusus dan ditindak tegas aparat penegak hukum.
Pasalnya, perbuatan ini mengarah pada tindak pidana pornografi dan perdagangan anak.
"Sepanjang perbuatan ini mengakibatkan anak jadi korban, maka harus jadi perhatian khusus," ujar Nahar.
Menurut Nahar, peredaran video gay anak masuk kategori tindak pidana pornografi. Dalam hal ini, anak-anak menjadi korban atau dieksploitasi.
"Ketika anak menjadi korban pornografi, ini kan masuk kategori pornografi, maka dia masuk kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus," kata Nahar.