Heru memberikan batas waktu untuk Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) memperbaiki kabel-kabel yang semrawut di Jakarta hingga Juni 2023.
"Sepakat ya kalau enggak beres, saya enggak kasih izin (pemasangan) kabel (fiber) optik," tegas Heru Budi Hartono saat meninjau penataan prasarana umum di wilayah Jakarta, Sabtu (18/3/2023).
Kenyataannya, kecelakaan yang disebabkan kabel melintang masih menyebabkan musibah, dari kecelakaan di jalan raya maupun kebakaran.
Baca juga: Mahasiswa Jadi Korban Jeratan Kabel Fiber Optik, YLKI: Pemberian Ganti Rugi Harus Setimpal
Melihat persoalan kabel tak berujung ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai hal itu terjadi akibat keinginan politik (political will) dan aksi politik (political action) yang lemah dari Pemprov DKI.
"Dan itu dari tahun ke tahun tidak ada perubahan. Menurut saya itu jadi masalah karena adanya unsur kesengajaan dan pengabaiannya yang tinggi," ucap Trubus kepada Kompas.com, Senin (31/7/2023).
Kalau sudah begini, Trubus mendorong masyarakat mengajukan gugatan kelompok atau class action atas semrawutnya kabel serta optik di Jakarta.
Pasalnya, kata dia, kabel serat optik yang masih menjuntai di langit-langit Ibu Kota telah memakan korban di beberapa wilayah Jakarta.
Baca juga: F-Golkar: Katanya Jakarta Mau Sejajar Kota Besar Dunia, Urusan Kabel Saja Tak Selesai!
"Harus ada semacam class action karena ini terjadi bukan hanya di satu tempat karena berbagai tempat," ucap Trubus.
"Saya mendorong organisasi semacam (lembaga bantuan hukum atau lembaga swadaya masyarakat berani melakukan gugatan hukum mewakili warga," ungkap Trubus.
Menurut Trubus, hal ini perlu dilakukan lantaran kasus yang melibatkan Pemerintah Provinsi DKI ini tak jarang yang tersandung mekanisme prosedur dan kekuasaan.
"Karena ini masalahnya berhadapan dengan kekuasaan. Ya, memang di situ abuse of power-nya tinggi," tutur Trubus.
Baca juga: Buntut Kabel Fiber Optik Semrawut yang Jerat Leher Mahasiswa, Pemprov DKI Didesak Turun Tangan!
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berujar, kasus kabel yang menjuntai itu merupakan kelalaian dan keteledoran pihak operator atau mitra kerjanya/kontraktor.
Hal ini dipicu oleh pengawasan yang lemah oleh Pemprov DKI Jakarta terhadap mitra kerjasamanya dan kontraktor.
"Seharusnya standarnya harus jelas. Kembalikan bekas galian seperti semula, misalnya rata, halus, dan padat," kata dia kepada Kompas.com.
Di sisi lain, Tulus menyebut kasus yang dialami Sultan mirip dan sering menjadi keluhan warga Jakarta, misalnya bekas galian yang tidak benar atau tidak rata.
Baca juga: Komisi D DPRD DKI Minta Pemprov Fasilitasi Korban yang Terjerat Kabel di Antasari
"Sehingga memicu kemacetan dan bahkan kecelakaan lalu lintas, terutama sepeda motor," ucap Tulus kepada Kompas.com, Senin.
Bahkan, kata Tulus, kejadian serupa kerap berujung protes dari konsumen dan masyarakat lantaran perusahaan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap abai.
"Dalam kasus kabel serat optik yang menjuntai ini, jelas pihak operator dan mitra kerjanya harus bertanggungjawab dan memberikan kompensasi atau ganti rugi yang setimpal," ucap Tulus.
(Penulis : Muhammad Naufal | Editor : Ivany Atina Arbi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.