JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah ekstrem yang dilakukan pemerintah China patut jadi pembelajaran penting bagi Indonesia dalam konteks pengendalian pencemaran udara mereka.
Setelah bertahun-tahun didera kritik internasional dan protes dari warga terkait buruknya kualitas udara di Beijing dan sekitar, China sudah bisa pamer perbaikan kualitas udaranya pada 2018.
Keberhasilan China ini diakui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat terbatas (ratas) yang digelar Presiden Joko Widodo soal masalah polusi udara beberapa waktu lalu.
Baca juga: Usul ke Jokowi agar Tiru China Turunkan Tingkat Polusi, Menkes: Itu Best in The World
Bukan tanpa sebab, Budi melihat negara-negara pada dasarnya butuh waktu selama 25 tahun untuk menurunkan tingkat polusi udara, tetapi China disebutnya hanya perlu waktu 6-7 tahun.
"Ini detail yang sudah dilakukan di China. Ini sudah kami kirim juga ke Kantor Presiden agar kita bisa tiru sajalah," kata Budi dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR, Rabu (30/8/2023).
Pemerintah sudah menyimpulkan bahwa mayoritas atau 44 persen polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Lalu, 34 persen dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan sisanya dari rumah tangga seperti pembakaran.
Baca juga: Tren Polusi Udara Jabodetabek 2 Tahun Terakhir Lampaui Batas Aman WHO
Jokowi pun menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk memimpin operasi penanganan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Adapun Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono juga sudah putar otak mengatasi polusi udara yang memburuk sepanjang tahun ini.
Sejauh ini, baru solusi jangka pendek yang mulai dieksekusi Heru. Sebut saja aturan aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja dari rumah, penyemprotan jalan, hingga modifikasi cuaca.
Langkah ini tentu berbeda dengan China. Diberitakan Harian Kompas, 18 Februari 2018, negeri tirai bambu ini langsung mendeklarasikan "perang" terhadap pencemaran udara pada 2013 setelah dihujani kritik dari berbagai kalangan.
Baca juga: Kasus ISPA Meningkat Seiring dengan Polusi Udara, Menkes: Jadi Tugas Berat untuk Pak Heru
Didorong juga iktikad mempersiapkan diri menjadi tuan rumah yang baik bagi tetamu atlet internasional dalam Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, China membuat terobosan-terobosan besar.
China meningkatkan standar batasan emisi ambien dan sumber polusi, menerapkan kontrol dan pendataan emisi yang kuat, serta berani mengambil langkah menutup ratusan industri nakal yang mencemari atmosfer setempat.
Langkah agresif China lainnya, pemerintahnya juga gencar mengurangi konsumsi bahan bakar batubara yang menjadi sumber pencemar.
Sektor industri yang memainkan peran sebagai pengemisi pun dikontrol ketat dengan memasang lebih dari 10.000 alat pemantau emisi (continues emission monitoring system/CEMS).
Baca juga: Heru Budi Bentuk Satgas Penanganan Polusi Udara, Ini Tugasnya
Dukungan teknologi juga dilakukan agar sektor ekonomi tetap berkembang, tetapi minim emisi. Setidaknya ada 1.992 industri yang dipindahkan dan direstrukturisasi dari sekitar Beijing.
Kerja sama antarkota pun didorong oleh pemerintah pusat mengingat polusi udara mengikuti cuaca, aliran angin, dan topografi tanpa mengenal batas wilayah administratif.
Agaknya tingkat pencemaran udara di China waktu itu jauh lebih buruk dari Indonesia saat ini. Langkah agresif pemerintahnya justru membawa perbaikan yang signifikan dari masalah udaranya.
Dikutip dari laman IQAir pukul 06.00 WIB pagi ini, Kamis (31/8/2023), indeks kualitas udara di Jakarta yang tercatat berada pada angka 186 ini telah membawa Jakarta menjadi kota dengan polusi terburuk di dunia.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Masih Buruk meski ASN DKI Sudah Sepekan WFH
Sedangkan waktu itu, berbagai pengukur kualitas udara di China pernah mencatat tingkat kandungan partikel yang lazim disebut PM2,5 itu pernah melewati angka 300. Padahal, udara sudah disebut mengandung polusi jika indeksnya minimal 101.
Kabut tebal yang pernah melanda di beberapa kota di China mirip dengan kabut asap di Indonesia saat kebakaran melanda sejumlah provinsi. Masyarakat sampai sesak dan sakit di saluran pernapasan.
Pada 2013, kabut asap yang menutup China tercatat paling buruk sejak 1961. Kualitas udara amat jauh di atas ambang batas untuk dikategorikan sehat.
Dari 35 provinsi, 25 di antaranya tertutup kabut asap. Wilayah yang tertutup kabut mencapai lebih dari 1,4 juta kilometer persegi dan didiami 800 juta orang.
Baca juga: Dampak Pencemaran Batu Bara Marunda Perburuk Polusi Udara Jakarta, Heru Budi Dituntut Minta Maaf
Seperti diberitakan kantor berita Xinhua, Pemerintah China amat gelisah dengan fakta itu. Pada September 2013, Pemerintah China mengumumkan perang terhadap polusi udara.
China butuh bertahun-tahun untuk mendapatkan hasil sebaik sekarang. Dimulai pada 2013 dengan memasang pengukur kualitas udara di 74 kota. Dengan cara itu, polusi udara bisa terus terpantau dan terukur jelas.
Banyak target ekstrem yang diinginkan pemerintahnya. Awalnya, banyak yang pesimistis dengan target itu. Tentu saja tidak mudah melakukan itu.
Kini, Bejing sudah berada jauh di bawah sebagai kota paling berpolusi. Berdasarkan data IQAir, indeks kualitas udara Beijing hari ini sudah mencapai angka 57.
Baca juga: Banyak Dikritik, Penyemprotan Jalan untuk Atasi Polusi Udara Kemungkinan Tak Dilanjutkan
Angka ini membawa kualitas udara Beijing pada kategori sedang. Konsentrasi PM 2,5 di Beijing hanya tiga kali lebih tinggi dari panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, telah terjadi peningkatan kasus penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) bersamaan dengan meningkatnya polusi udara di Jakarta.
"Jadi, kasus infeksi saluran pernapasan atas yang ada di DKI, tadinya 50 ribuan. (menunjukkan kenaikan data kasus), naik dia, naiknya jadi sempat 200 ribu, 150 ribu, jadi tiga sampai empat kali (lipat)," ujar Budi Gunadi, Rabu.
Oleh karena itu, Budi Gunadi menyebut bahwa Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk lebih bekerja keras menangani kasus polusi udara dan penyakit ISPA di wilayahnya.
Baca juga: Polusi Udara Kian Parah, PKB Pertanyakan Program Perlindungan Lingkungan yang Digaungkan Pemerintah
Adapun Heru kini membentuk satuan tugas (satgas) penanganan polusi karena buruknya kualitas udara di Ibu Kota yang dipimpin oleh dipimpin oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup DKI Afan Adriansyah Idris.
Sementara itu, anggota satgas penanganan polusi berasal dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Heru berujar, satgas ini memiliki tugas serupa dengan satgas penanganan polusi yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
"Terutama untuk mempercepat (pengawasan) industri-industri yang terkait dengan emisi gas buang atau kondisi terkini mereka, ada indikasi gas buangnya melebihi dari yang standar pemerintah," ujar Heru.
(Penulis : Kris Razianto Mada (Harian Kompas), Nicholas Ryan Aditya, Muhammad Isa Bustomi | Editor : Diamanty Meiliana, Nursita Sari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.