JAKARTA, KOMPAS.com - Pria berinisial KL alias Johan (53) memproduksi sendiri ciu atau minuman keras (miras) di sebuah ruko, Jalan Jembatan Besi 2, Tambora, Jakarta Barat.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi menyampaikan, dalam satu bulan, KL dan pelaku lain yakni SS meraup hingga Rp 60 juta hingga Rp 80 juta.
"Berdasarkan pengakuan dari pelaku home industry miras ilegal ini sudah beroperasi kurang lebih sekitar tujuh sampai delapan bulan yang lalu," kata Syahduddi dalam konferensi pers di lokasi, Rabu (20/9/2023).
Baca juga: Polisi Gerebek Home Industry Ciu Ilegal di Tambora, Dikamuflase Jadi Konveksi
Harga miras per botol, lanjut dia, berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000.
Dalam sepekan, para pelaku mendapatkan keuntungan hingga Rp 15 juta-Rp 20 juta.
Adapun KL memproduksi miras ilegal di lantai 4 ruko yang dikamuflase menjadi konfeksi.
"Di lantai 1, 2, 3 digunakan untuk aktivitas konfeksi. Dan di lantai paling atas, lantai 4 digunakan oleh pelaku untuk membuat dan memproses minuman keras ilegal jenis ciu," jelas Syahduddi.
Pengungkapan ini bermula ketika adanya laporan soal industri rumahan pembuatan miras ilegal.
Penyidik dari Polsek Tambora kemudian mendalami firma hukum yang sebelumnya bernama Fahris & partners.
Ketika diselidiki, rupanya firma hukum itu tak lagi beroperasi di ruko tersebut.
"KL alias Johan menyewa ruko empat lantai yang dikamuflase sebagai tempat konfeksi, dan diplang bagian depannya disamarkan dengan papan nama firma hukum yang memang dulu pernah disewa, namun sudah selesai proses sewanya," papar dia.
Baca juga: Anak Diperkosa Jukir di Tambora, Komnas PA: Orangtua Lalai Luar Biasa
Selain memproduksi miras, KL juga memberikan modal serta menampung hasil penjualan. Sedangkan SS merupakan pengendali bisnis tersebut.
Ia menyebutkan, dari pengungkapan, polisi mengamankan 129 drum berisi miras dalam proses fermentasi, 4.560 botol siap edar, tujuh jeriken miras, dan bahan pembuatan miras ilegal.
"Pelaku memproduksi miras dengan kadar alkohol anatara 30-35 persen. Artinya ini sudah masuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan masyarakat," ucap Syahduddi.
Kini, KL telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan SS masuk daftar pencarian orang (DPO).
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 204 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 46 dan Pasal 64 Undang-Undang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara 15 tahun.
Polisi juga menjerat pelaku dengan Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 46 dengan pidana penjara maksimal empat tahun serta denda Rp 10 juta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.