JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI diminta turun tangan menangani beberapa pabrik di Bekasi, Jawa Barat, yang dianggap mengganggu alat pengukur kualitas udara di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Alat pengukur kualitas udara itu diketahui milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup ((DLH).
Selama ini, alat pemantau kualitas udara di lokasi itu selalu memberikan hasil buruk karena mendeteksi polusi yang bersumber dari beberapa pabrik di Bekasi, Jawa Barat.
Kadis LH DKI Jakarta Asep Kuswanto meminta KLHK untuk menindak pabrik di Bekasi karena dinilai membuat alat pengukur kualitas udara di Lubang Buaya bermasalah.
Sebab, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa menindak pabrik yang berlokasi di Bekasi.
"Ada (pabrik) di wilayah Bekasi, tetapi Pemprov DKI tidak dapat intervensi, maka kami minta tolong ke KLHK untuk bekerja sama memberikan intervensi soal itu," kata Asep di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (25/9/2023).
Baca juga: Alat Ukur Kualitas Udara Bermasalah karena Dekat Pabrik, DLH DKI: Pemindahan Butuh Kajian
Alat pengukur kualitas udara itu sengaja dipasang di Lubang Buaya yang lokasinya berbatasan dengan wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Namun, kondisi alat itu belakangan ini menjadi bermasalah karena keberadaan industri yang mencemari udara.
Sejumlah pabrik itu antara lain tempat produksi tahu, arang, dan pembakaran kabel.
"Kondisi adalah banyak industri yang ada di sekitar alat yang memang industri yang rumah tangga dan itu masih mencemari. Dan itu hanya ada di wilayah Jakarta dan Bekasi," ucap Asep.
Pemprov DKI meminta KLHK menindak pabrik-pabrik pencemar udara itu karena saat ini belum bisa memindahkan alat pengukur kualitas udara di sana.
Asep mengemukakan, pemindahan alat pengukur udara tak bisa dilakukan sembarangan. Pemindahan alat harus melalui kajian.
"Kalau dipindahkan itu harus ada kajian terlebih dahulu," ujar Asep.
Baca juga: KLHK Diminta Tindak Pabrik di Bekasi yang Dianggap Bikin Alat Ukur Kualitas Udara Bermasalah
Dinas LH DKI berencana melakukan kajian lebih dahulu dalam waktu dekat untuk memindahkan alat pengukur kualitas udara yang bermasalah karena pabrik itu.
"Mudah-mudahan kalau memang nanti ternyata harus dipindahkan, kami akan pindahkan. Karena memindahkan alat tidak bisa sembarangan, harus benar-benar bisa merepresentasikan kondisi dari udara di sekitarnya," ucap Asep.
Selain itu, menurut Asep, standardisasi alat pengukur kualitas udara akan diatur oleh KLHK agar hasil yang dikeluarkan lebih akurat.
"KLHK nanti akan segera memberikan standardisasi. Jadi ada SNI terhadap alat itu. Jadi nanti akan ada standar dari KLHK," ujar Asep.
Asep tak menampik bahwa belakangan ini banyak alat pemantau udara milik swasta yang dinilai tak sesuai standar dan tidak berizin.
Dengan demikian, Dinas LH DKI berharap standardisasi alat pengukur kualitas udara segera diterbitkan oleh KLHK agar segera mengetahui alat pengukur yang sesuai standar.
"Sekali lagi soal standardisasi dibuat oleh KLHK. Dan memang kami berharap standardisasi itu segera diterbitkan, supaya kita bisa melihat alat yang sesuai standar atau tidak," kata Asep.
Baca juga: Dinas LH DKI Sebut KLHK Bakal Buat Aturan Standardisasi Alat Pengukur Kualitas Udara
Asep menjelaskan, alat pengukur kualitas udara yang dijual oleh vendor dapat dibeli oleh siapa pun.
Karena itu, ia berharap agar vendor penjual alat itu dapat memberikan edukasi soal penggunaan, pemasangan, dan perawatan alat.
"Kalau soal itu, kembali lagi terhadap alat itu di mana penempatannya dan bagaimana pemilik alat itu bisa menempatkan secara baik dan memelihara secara baik," kata Asep.
Asep mengatakan, alat pemantau kualitas udara memiliki sensitivitas yang tinggi, sehingga alat itu dapat mendeteksi polusi yang ada di sekitarnya.
"Walaupun radiusnya terbatas, tapi setidaknya bisa menggambarkan kondisi yang real terhadap lingkungan di sekitarnya," ucap Asep.
"Kayak (alat pemantau udara) IQAir juga gitu. Kan ditempatkan tak dengan sebuah kajian. Tidak dengan sebuah kriteria penempatan alat. Misalnya kita beli, ya kita bebas tempatkan di mana, ngasal aja," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.