AS kemudian meminta anak-anaknya untuk membantu mengirimkan uang sebesar Rp 10 juta kepada PLN.
AS menilai PLN telah memfitnah dan memerasnya atas peristiwa yang terjadi.
Sebab, ia tak pernah mengganti mesin KwH meter.
"Kami difitnah (PLN). Kami difitnah bikin sendiri meteran listriknya. Saya enggak punya pabrik meteran," ucap dia.
Di lain sisi, AS merasa dirinya telah diperas oleh PLN karena tuduhan di atas.
Baca juga: Merasa Difitnah oleh PLN, Warga Cengkareng: Saya Enggak Punya Pabrik Meteran Listrik
Sebab, ia harus membayar denda sebesar Rp 33 juta terhadap tuduhan yang tak berdasar.
Ia juga menegaskan tak pernah mengutak-atik mesin KwH meter.
Seharusnya yang dipertanyakan adalah petugas yang memasang KwH meter waktu itu, mengapa ada perbedaan antara mesin dan segelnya.
"Jadi sudah kami difitnah, diperas juga dengan denda yang sangat besar," ucap dia.
AS menjelaskan asal-muasal kenapa meteran listriknya diganti pada 2016 lalu.
Ia mengaku KwH meternya terpaksa diganti lantaran petugas PLN menemukan adanya indikasi kecurangan, mirip dengan kasus yang dialaminya saat ini.
AS menerangkan, pemberian denda senilai Rp 17 juta berawal dari adanya operasi penertiban aliran listrik (opal).
Petugas PLN mulanya mendatangi rumah AS tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Ia kemudian mengecek KwH meter yang terpasang di rumahnya dan menyebut adanya kejanggalan.
Baca juga: Sebelum Didenda Rp 33 Juta, Warga Cengkareng Juga Pernah Didenda PLN Rp 17 Juta pada 2016
"Bahwa tahun 2016 kami masih memakai KwH meter yang piring, yang putar, yang ternyata tutupnya itu dari plastik. Saya juga enggak tahu kalau tutupnya dari plastik dan pada satu saat ada tim dari PLN yang datang ke rumah saya. Dia mengatakan bahwa itu plastik ada lubang sebesar lubang jarum," ujar dia.
Lubang sebesar ukuran jarum itu lantas dipermasalahkan oleh PLN.
Petugas PLN menyebut AS telah melakukan pencurian listrik karena hal tersebut.
"Katakan saya mencuri listrik, padahal itu meteran ada di halaman rumah saya, siapa pun bisa masuk, tetapi kami tidak pernah mengerjakan itu. Kembali lagi, dapat dilihat dari tagihan-tagihan saya, tidak pernah turun, selalu sama," ungkap dia.
"Saat itu, seperti yang saya alami sekarang, mereka juga ngotot, akhirnya saya bayar denda itu," imbuh AS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.