DEPOK, KOMPAS.com - Dokter spesialis gizi Johanes Chandrawinata menyatakan bahwa menu makanan tambahan untuk mencegah stunting harusnya seimbang, baik karbohidrat, protein, maupun lemaknya.
"Pemberian makanan itu harus seimbang. Ada karbohidrat, lemak, dan protein. Stunting itu perlu makanan tinggi protein, tinggi kalori sehingga untuk anak-anak, yang tinggi kalori itu ya yang mudah mereka makan juga," kata dokter Johanes kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (17/11/2023).
Johanes turut menyorot menu pencegah stunting dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok ramai disorot.
Baca juga: Tak Masuk Akal, Menu Pencegahan Stunting di Depok Telan Rp 4,4 Miliar Hanya untuk Tahu-Sawi
Pasalnya, makanan yang disediakan berupa tahu kukus, bola-bola nasi, hingga nugget tempe, dianggap belum mampu memenuhi kecukupan gizi balita.
Kata dia, dibandingkan mengonsumsi makanan kukus, anak-anak cenderung menyukai olahan yang digoreng.
"Tahu dikukus, tahu mengandung protein, tapi kalau dikukus kalorinya tidak sebanyak kalau tahunya digoreng. Kalau anak-anak kan kurang kalori dan protein."
Baca juga: Diprotes, Dinkes Depok Lepas Stiker Berwajah Wali Kota Idris di Wadah Makanan Pencegah Stunting
Menurut Johanes, ada baiknya penyajian makanan juga dilakukan sesuai selera makan anak.
"Kalau tahunya digoreng, anak-anak suka dan juga ada bonus kalorinya lebih tinggi. Otak-otak pun sama, kalau hanya dikukus atau dibakar, tidak banyak kalorinya," ujar dia.
Terlebih, untuk balita, tidak mungkin mengonsumsi makanan dalam jumlah besar.
"Kalau anak-anak tidak mungkin mengonsumsi makanan dalam jumlah besar. Jadi jumlahnya itu terbatas karena kapasitas lambungnya juga kecil," tutur Johanes.
Maka, untuk "mengakali" asupan gizinya, bisa dengan cara pengolahan bahan makanan yang lebih digemari anak.
Baca juga: Hari Ketujuh, Menu Pencegahan Stunting di Cilodong Dapat Paket Makanan Lengkap
"Nah, untuk meningkatkan asupan, cara paling mudah tentunya dari minyak, dalam bentuk digoreng. Lagipula anak-anak di Indonesia itu lebih senang digoreng, lebih mudah mereka makan," lanjut dia.
Perihal anggaran Rp 18.000 untuk satu paket PMT per anak pun, kata Johanes sebenarnya tidak ada masalah. Sebab, ada sejumlah alternatif makanan berprotein tinggi yang harganya sangat terjangkau.
"Jadi memang keanekaragaman sumber protein dalam kondisi keterbatasan dana tentu kita bisa mengenalkan telur. Itu paling murah, telur dan tempe. Tempe dari tahu lebih bagus tempe, kandungan proteinnya lebih banyak. Kemudian ada juga pilihan daging ayam, ikan sungai, itu bisa dikonsumsi," kata Johanes.
Selain itu, menu PMT yang disajikan juga bisa lebih kreatif sesuai usia balita.
"Tapi anak di sini yang disebut stunting sudah 1,5 tahun ke atas, sudah bisa mengonsumsi makan seperti orang dewasa, jadi bukan hanya bubur. Bisa nasi goreng, mi goreng, kentang juga digoreng, nah itu kan menambah asupan kalori untuk anak-anak yang notabene kurus dan tinggi badannya kurang," ujar dia.
Jadi, selain memperhatikan takaran gizi, kata Johanes, baiknya sediakanlah makanan yang memang disukai oleh anak.
"Saya enggak bisa komentar karena enggak tahu resepnya. Tapi, anak-anak senangnya apa, ya itu saja yang disediakan supaya mereka mau makan dengan lahap sehingga masalah stunting-nya lebih teratasi," kata Johanes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.